Kompas TV nasional wisata

Di Balik Tembok Bangunan Lawas Pecinan Sebelah Utara Gunung Sumbing

Kompas.tv - 3 September 2022, 09:27 WIB
di-balik-tembok-bangunan-lawas-pecinan-sebelah-utara-gunung-sumbing
Seorang pemuda antusias memotret kursi kayu berukir dengan alas marmer, di salah satu rumah kuno di pecinan di Parakan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (1/9/2022). (Sumber: Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Edy A. Putra

TEMANGGUNG, KOMPAS.TV – Bangunan lawas atau kuno sering kali menarik untuk dikunjungi, termasuk sejumlah rumah berarsitektur oriental di Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Kabut tipis khas daerah lereng gunung masih terlihat ketika warga setempat beraktivitas pagi itu.

Sinar matahari pun belum terlalu menyengat saat sejumlah orang mengunjungi salah satu bangunan lawas di Kecamatan Parakan, Kamis (1/9/2022).

Tembok luar rumah itu terlihat hampir sama dengan beberapa rumah lain di tempat itu, berwarna putih memanjang seperti benteng.

Satu pintu kayu berwarna hitam kusam menjadi jalan masuk ke dalam bangunan lawas tersebut, ukurannya sekitar 1,5x2 meter.

Jika dilihat dari luar, tidak ada yang istimewa pada bangunan itu, jauh dari kesan mewah atau menarik.

Saat pintu kayu terbuka, halaman yang cukup luas menyambut siapa saja yang datang. Bangunan rumah bergaya Tiongkok kuno berdiri kokoh menghadap ke selatan.

Pagi itu cuaca cukup cerah, sehingga sebagian tubuh Gunung Sumbing di kejauhan terlihat cukup jelas.

Di sebelah kanan atau sisi timur halaman, terdapat satu bangunan lain yang lebih kecil daripada bangunan utama. Pintunya juga berwarna hitam, dengan tulisan aksara Tiongkok berwarna sama berlatar merah.

Saat memasuki bangunan utama, empat tiang kayu hitam berdiri kokoh di tengah bangunan, seperti membantu tembok di kiri dan kanan menyangga atap rumah.

Di samping salah satu tiang, terdapat sebuah kursi malas berbahan kayu. Sementara, tepat di samping kiri pintu masuk bangunan utama, ada satu meja kayu.

Saat kaki melangkah melewati pintu utama, satu set kursi kuno berbahan kayu ukir dengan alas duduk dari marmer menjadi salah satu barang yang menarik perhatian.

Baca Juga: Wisata Bunga & Tanaman Hias Di Desa Penglipuran

Selain itu, dua foto lawas dan sejumlah ornamen bertuliskan huruf Tiongkok semakin menguatkan sensasi masa lalu di tempat itu.

Rumah kuno itu dikenal sebagai Rumah Marga Tjiong, satu dari lima bangunan lawas bergaya oriental yang boleh dikunjungi oleh wisatawan.

Kelimanya adalah rumah Marga Tjiong, Museum Peranakan Tionghoa, Rumah Ban The, Rumah Abu, dan Rumah Louw Djing Tie.

“Sebetulnya bukan rumah Louw Djing Tie, tapi pendekar Louw Djing Tie pernah tinggal di situ, jadi masyarakat lebih mengenalnya rumah Louw Djing Tie,” kata Titis Wibowo, humas Pusat Informasi Pariwisata Parakan (PIPPA).

Sebagian orang mengenal Rumah Marga Tjiong dengan nama rumah candu. Sebab, konon dulunya rumah itu merupakan tempat peredaran candu.

“Rumah Candu adalah rumah Marga Tjiong tadi,” lanjut Titis.

Selain Rumah Marga Tjiong, rumah kuno Tionghoa lainnya juga tak kalah menarik. Meskipun ada perbedaan bentuk, tetapi nuansa kuno sangat terasa saat berada di dalam rumah-rumah tersebut.

Mulai dari ubin atau tegel, ruang sembahyang, hingga ornamen-ornamen yang seluruhnya bergaya oriental.

Wisata Heritage dan Sejarah

Di Kecamatan Parakan, bangunan kuno terbagi menjadi dua tipikal arsitektur, yakni bergaya Hindia Belanda dan oriental.

“Kalau dari segi umur belum diketahui secara pasti kapan tanggal pembangunannya, tapi dari segi arsitekturnya, itu abad 19 dan abad 20.”

Salah satu rumah kuno berarsitektur oriental di Parakan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, yang dikenal dengan nama rumah Marga Tjiong. (Sumber: Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Potensi wisata dari bangunan-bangunan kuno itulah yang hendak digali dan dipasarkan oleh PIPPA yang berada di bawah naungan Noto Parakan Luwes (NPL).

Sejak tahun 2013, NPL sudah berupaya untuk mengembangkan potensi wisata yang ada di Kecamatan Parakan.

“Awal mulanya kami yang tergabung dalam Noto Parakan Luwes itu sejak 2013 sudah mulai kegiatan konservasi untuk cagar budaya di Parakan.”

“Baru 2 Oktober 2020 kami memberanikan diri mengatasnamakan PIPPA, sebagai penggerak atau pendobrak kegiatan pariwisata di Parakan, terutama untuk wisata heritage atau sejarah,” tuturnya.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x