Kompas TV bisnis kebijakan

Survei Ombudsman: Mayoritas Masyarakat Tak Tahu Alasan Kuota BBM Bersubsidi Dibatasi

Kompas.tv - 26 Agustus 2022, 13:45 WIB
survei-ombudsman-mayoritas-masyarakat-tak-tahu-alasan-kuota-bbm-bersubsidi-dibatasi
Ilustrasi. Kajian Ombudsman menemukan mayoritas responden (58,5 persen) tidak mengetahui alasan mengapa pemerintah berencana membatasi kuota BBM bersubsidi. (Sumber: Pertamina)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV – Kajian yang dilakukan Ombudsman RI menemukan mayoritas masyarakat tidak mengetahui alasan pemerintah berencana membatasi kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Kajian cepat mengenai pembatasan BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar melalui aplikasi MyPertamina yang dilakukan Ombudsman menemukan mayoritas responden (58,5 persen) tidak mengetahui alasan mengapa pemerintah berencana membatasi kuota BBM bersubsidi.

Sosialisasi MyPertamina juga dinilai belum masif dan hanya terbatas pada SPBU tertentu melalui informasi media sosial. Akibatnya, timbul kesimpangsiuran informasi dan minimnya partisipasi masyarakat.

Karena itu, Anggota Ombudsman Hery Susanto menilai pemerintah perlu melakukan edukasi dan konsultasi kepada masyarakat.

"Pemerintah melalui PT Pertamina Patra Niaga mesti melakukan edukasi dan konsultasi bagi masyarakat yang diprioritaskan mendapatkan BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar, mengingat masih sangat banyaknya masyarakat yang belum mengetahui/mengerti pendaftaran kuota BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar melalui aplikasi MyPertamina," kata Hery dalam konferensi pers yang disiarkan secara hibrida, Kamis (25/8/2022).

Hery juga berpendapat pemerintah perlu membatasi penyaluran BBM bersubsidi hanya bagi sepeda motor di bawah 250 cc dan angkutan umum. Kemudian, pengisian BBM bersubsidi per hari juga perlu dibatasi.

Opsi itu dinilai lebih tepat ketimbang langsung menaikkan harga BBM bersubsidi karena bisa memicu inflasi.

“Selain moda transportasi itu (sepeda motor di bawah 250 cc dan angkutan umum), diwajibkan tetap menggunakan pertamax dan jenis di atasnya. Kriteria ini agar dimasukkan dalam Revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014,” tutur Hery.

Saran tersebut juga disampaikan untuk menyikapi semakin menipisnya kuota BBM bersubsidi hingga akhir 2022.

Baca Juga: Polemik Kenaikan Harga BBM Bersubsidi, Alasan Dibaliknya yang Dilematis

 

Hery menyebutkan, kajian Ombudsman menemukan bahwa mayoritas responden di SPBU lokasi survei merupakan pengguna BBM bersubsidi jenis Pertalite (76,4 persen) dan Solar (21,4 persen), sehingga jika harganya dinaikkan, akan memicu inflasi.

Ia menyontohkan, jika harga Pertalite dinaikkan menjadi Rp10.000 per liter, kontribusinya terhadap inflasi diperkirakan bakal mencapai 0,97 persen.

Oleh karena itu, pembatasan kendaraan yang berhak menikmati BBM bersubsidi dinilai lebih tepat.

Aktivitas pengisian BBM secara mobile ke lokasi-lokasi basis perekonomian masyarakat juga perlu dilakukan, seperti bagi petani, nelayan, dan pedagang pasar. Sebab, kelompok itu masih rentan.

Yang tak kalah penting adalah mengoptimalkan pengawasan dan penegakan sanksi yang tegas terhadap bentuk-bentuk penyimpangan dan penyalahgunaan BBM bersubsidi agar lebih tepat sasaran.

hasil kajian cepat ombudsman (Sumber: Youtube ombudsman RI)

Kajian cepat Ombudsman dilakukan pada 8-12 Agustus 2022. Survei dilaksanakan dengan mewawancarai langsung 781 responden di 31 provinsi yang tersebar di 38 kota dan 6 kabupaten, melalui pengambilan sampel secara purposive random sampling.

Responden pada survei ini adalah pengendara mobil pribadi di bawah 1.500 cc, sepeda motor di bawah 250 cc, serta pengendara angkutan umum dan angkutan barang. Selain itu, sejumlah 66 orang petugas SPBU menjadi responden.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x