Kompas TV internasional kompas dunia

Hukum Perang Internasional: Pantangan Tentara Selama Berperang, Perkosaan Masal hingga Penjarahan

Kompas.tv - 22 Agustus 2022, 06:25 WIB
hukum-perang-internasional-pantangan-tentara-selama-berperang-perkosaan-masal-hingga-penjarahan
Seorang tentara Ukraina merokok di depan kendaraan lapis baja di luar kota Kharkiv, Ukraina, Sabtu (26/2/2022). (Sumber: AP Photo/Andrew Marienko)
Penulis : Rofi Ali Majid | Editor : Iman Firdaus

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Selama satu setengah abad lebih, komunitas internasional telah mencoba menegakkan perang yang sportif dengan menyorot sisi hak asasi manusia.

Ada banyak pantangan bagi tentara sepanjang berlangsungnya perang, tertera dalam Hukum Perang Internasional. Regulasi ini berakar dari Konvensi Jenewa pertama yang disepakati pada 22 Agustus 1864, atau hari ini, tepat 158 tahun lalu.

Menyitat penjelasan American Red Cross (ARC), Konvensi Jenewa yang mengatur perang diinisiasi oleh Henry Dunant, pengusaha asal Swiss yang kini lebih kondang sebagai bapak Palang Merah Internasional.
 
Awalnya, pada 1859 Dunant melawat ke Italia demi menghadap Kaisar Napoleon III untuk kepentingan bisnis. Di tengah perjalan menuju Negeri Pizza, ia melihat kengerian Perang Solferino, pertempuran yang kemudian dikenal sebagai Perang Kemerdekaan Italia Kedua.

Semua ia lihat sepanjang perjalanan dituangkan dalam memoar berjudul A Memory of Solferino.

Lima tahun selepas kunjungan itu, Dunant mengadakan konferensi yang diikuti 16 negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, menghasilkan Konvensi Jenewa pertama 1864. Sejak itu, perang ada aturannya.

Apa itu Hukum Perang?

Dikenal lebih formal sebagai Hukum Humaniter Internasional (IHL), aturan-aturan ini menggambarkan bagaimana seharusnya negara-negara berperang. Kekuatan militer dalam menghancurkan musuh dibatasi dengan asas penghormatan martabat manusia.

Hingga kini, aturan perang telah dikembangkan beberapa kali sejak kemunculannya pada Konvensi Jenewa pertama 1864. Secara esensial, aturan dirancang untuk melindungi pihak non-tentara, membatasi jenis senjata, dan taktik yang dipakai sepanjang perang berlangsung.

Tindakan sengaja menarget warga sipil dan bangunan sipil misalnya, merupakan bentuk kejahatan perang.

Tentara yang tak mampu bertempur karena terluka atau sudah jadi tawanan perang, wajib dilindungi dari serangan.

Selain itu, militer dilarang memakai senjata khusus, seperti bom cluster dan senjata kimia.

Adapun taktik perang tak manusiawi seperti perkosaan massal, membuat musuh kelaparan, penjarahan dan pembangkangan juga dilarang.

Bagaimana militer menerapkan aturan perang?

Aturan perang bersifat universal. Masing-masing negara bertanggung jawab melatih tentaranya untuk berperilaku di medan tempur sesuai hukum perang. 

Setiap orang, dari para jenderal selaku perencana dan pemimpin perang, hingga pasukan garda terdepan, seharusnya bertindak dengan tiga prinsip: perbedaan, proporsionalitas, dan tindakan pencegahan.

Prinsip pembedaan mengharuskan pihak-pihak yang berperang dapat membedakan antara tentara lawan dengan warga sipil atau fasilitas publik, seperti rumah, sekolah, rumah sakit dan sebagainya. 

Prinsip proporsionalitas melarang operasi militer berlebihan hingga merugikan warga sipil tanpa kebermanfaatan yang signifikan.

Sementara, prinsip pencegahan mewajibkan tentara berhati-hati ketika bertindak, sehingga bisa menyelamatkan warga sipil dan fasilitas publik sepanjang perang berlangsung.

Baca Juga: Saat Tentara Rusia Pilih Tembak Kaki Sendiri demi Hindari Perang dan Dapat Uang Kompensasi

 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x