Kompas TV nasional peristiwa

Polisi Cabut Laporan Putri Candrawathi, Pengamat Hukum Sebut Laporan Palsu Bisa Kena Hukuman 1 Tahun

Kompas.tv - 13 Agustus 2022, 22:10 WIB
polisi-cabut-laporan-putri-candrawathi-pengamat-hukum-sebut-laporan-palsu-bisa-kena-hukuman-1-tahun
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi menjelaskan hasil pemeriksaan perdana tersangka pembunuhan berencana Brigadir J, Irjen Ferdy Sambo di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Kamis (11/8/2022). (Sumber: Kompas TV)
Penulis : Switzy Sabandar | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat hukum Abdul Fickar Hadjar menilai istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, bisa dijerat pasal 220 KUHP jika terbukti memberikan laporan palsu atas dugaan kasus pelecehan seksual.

Seperti yang diketahui, Bareskrim Polri sudah mencabut laporan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J kepada Putri Candrawathi karena tidak menemukan unsur pidana di dalam kasus tersebut.

“Dalam pasal 220 KUHP berbunyi, barang siapa mengadukan suatu perbuatan pidana  padahal tidak dilakukan, maka akan terkena ancaman paling lama satu tahun lebih empat bulan penjara,” ujarnya, Sabtu (13/8/2022).

Baca Juga: Keluarga Brigadir J Apresiasi Keputusan Bareskrim Hentikan Kasus Dugaan Pelecehan Putri Candrawathi

Ia memaparkan, jika sebuah laporan pidana masuk ke aparat penegak hukum (penyidik), maka tindakan utama yang dilakukan adalah penyelidikan yang akan menghasilkan kesimpulan terkait apakah laporan itu memiliki peristiwa pidana atau tidak.

Apabila peristiwa pidana ditemukan, maka penyelidikan akan ditingkatkan ke penyidikan, dan alat-alat bukti diperiksa. Saat tindak pidana menjadi terang, lalu ditetapkan tersangka.

“Yang disebut alat bukti itu keterangan saksi, ahli, alat bukti surat, keterangan tersangka, dan petunjuk yang lahir dari gabungan dua alat bukti,” ucapnya.


Sebelum penyidikan, ada fase penyelidikan yang mencari sebuah peristiwa dari temuan laporan atau pengaduan. Jika di dalam penyelidikan tidak ditemukan peristiwa (pidana) padahal laporan dibuat seseorang, maka laporan itu bisa dikualifikasi sebagai laporan palsu atau peristiwa (pidana) tidak ada.

Abdul Fickar menyebutkan, semua ada konsekuensinya, baik kepada orang yang melaporkan tindak pidana tetapi tidak ada kejadiannya, maupun penegak hukum yang tidak melakukan upaya penegakan hukum atau menanggapi laporan seseorang itu.

Baca Juga: Masih Trauma dan Kondisi Belum Stabil, Komnas HAM Batal Periksa Putri Candrawathi

“Jadi ada keseimbangan laporan masyarakat yang palsu diancam hukuman, di sisi lain penegak hukum menerima laporan tetapi tidak menanggapi, bisa diuji di forum pra peradilan,” tuturnya, seperti dilaporkan jurnalis KOMPAS TV Gratia Adur.

 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x