Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Profesor Ekonomi Ini Nilai Naiknya Bunga Acuan AS Tak Atasi Inflasi, Justru Picu Stagflasi

Kompas.tv - 10 Agustus 2022, 19:24 WIB
profesor-ekonomi-ini-nilai-naiknya-bunga-acuan-as-tak-atasi-inflasi-justru-picu-stagflasi
Gedung bank sentral AS, The Federal Reserve di Washington. (Sumber: Wall Street Journal )
Penulis : Dina Karina | Editor : Vyara Lestari

NEW YORK, KOMPAS.TV - Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, baru saja menaikkan lagi suku bunga acuannya pada akhir Juli lalu. Namun, kebijakan itu justru dinilai tidak akan menyelesaikan inflasi di AS.

Profesor Ekonomi dari University of Massachusetts Amherst Jayati Ghosh mengatakan, kenaikan suku bunga yang terlalu agresif malah menciptakan stagflasi di seluruh dunia.

Stagflasi adalah kondisi saat ekonomi suatu negara stagnan, namun inflasinya tinggi.

"Bank sentral di Amerika Serikat sudah terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga, padahal sebenarnya tidak perlu," kata Ghosh seperti dikutip dari Antara, Rabu (10/8/2022).

Baca Juga: The Fed Naikkan Bunga Acuan, Sri Mulyani: Biasanya Diikuti Krisis Keuangan Negara Berkembang

Ia menjelaskan, stagflasi di luar Amerika Serikat akan sangat serius. Pasalnya, investor akan menaruh dananya di pasar keuangan AS dan menyebabkan krisis utang dan valuta asing yang parah. Terutama di negara-negara berkembang, yang juga akan menghadapi inflasi impor akibat dolar AS yang kuat.

Ketika The Fed memperketat pasokan uangnya, lanjut Ghosh, akan menarik kembali modal dari negara-negara emerging markets dan berkembang, yang telah menyebabkan gagal bayar di setidaknya tiga negara berkembang, dengan lima atau enam lainnya di ambang gagal bayar.

"Kami sudah menghadapi inflasi karena harga pangan dan bahan bakar yang tinggi. Dan depresiasi mata uang memperburuk keadaan. Sehingga menambah kecenderungan inflasi," tutur Ghosh, yang pernah bekerja sebagai profesor di Pusat Studi Ekonomi dan Perencanaan Jawaharlal Nehru Universitas, India, dari 1998 hingga 2020.

Apalagi, banyak negara yang belum benar-benar pulih dari dampak pandemi Covid.

Baca Juga: Tips Mengelola Keuangan untuk Menghadapi Inflasi Tinggi

“Ketika negara berkembang belum benar-benar pulih dari pandemi dan ketika banyak dari mereka belum mampu melakukan respons fiskal seperti yang dilakukan negara maju, kita sudah mengalami perlambatan ekonomi dan kecenderungan resesi. Dan sekarang kita mengalami inflasi. Jadi itu adalah situasi stagnasi klasik untuk seluruh dunia," terangnya.


 

Ia menegaskan, inflasi saat ini tidak diciptakan oleh peningkatan permintaan. Tetapi oleh pencatutan dan spekulasi, yang perlu ditangani oleh pemerintah AS.

"Anda harus mengatasi kelebihan keuntungan yang dibuat oleh perusahaan dan spekulasi keuangan di pasar komoditas. Tanpa membahasnya, hanya menaikkan suku bunga, itu seperti menggunakan palu untuk sesuatu yang tidak ada pakunya," ujarnya.

"Anda mungkin akhirnya menghancurkan pemulihan ekonomi atau menciptakan stagflasi di negara lain. Tapi Anda tidak serta merta mengatasi masalah yang menciptakan inflasi," sambung Ghosh.

Ia menyampaikan, lamanya stagflasi sangat tergantung pada kebijakan moneter negara-negara G7 dan campur tangan IMF untuk memberikan dana talangan pada negara yang gagal bayar.

 



Sumber : Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x