Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Harga Minyak Mentah Turun Lagi, Penyebabnya Sentimen Resesi AS dan Impor Minyak China

Kompas.tv - 8 Agustus 2022, 11:01 WIB
harga-minyak-mentah-turun-lagi-penyebabnya-sentimen-resesi-as-dan-impor-minyak-china
Kilang minyak. (Sumber: Kontan.co.id)
Penulis : Dina Karina | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Tren penurunan harga minyak mentah dunia masih berlanjut. Pada pembukaan perdagangan Asia, Senin (8/8/2022), harga minyak turun mendekati level terendah dalam beberapa bulan terakhir.

Mengutip Kontan.co.id, harga minyak mentah Brent turun 74 sen atau 0,8 persen, menjadi 94,18 dollar AS per barel. Harga tersebut mencapai level terendah sejak Februari lalu.

Sedangkan, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) berada di level 88,34 dollar AS per barel, turun 67 sen atau 0,8 persen. Harga WTI itu memperpanjang kerugian setelah penurunan 9,7 persen minggu lalu.

Sepanjang pekan lalu, harga brent dan light sweet atau WTI sudah merosot masing-masing 6,04 persen dan 6,07 persen. Sedangkan selama sebulan terakhir, sudah anjlok 9,15 persen dan 13,14 persen.

Baca Juga: IMF Sebut Negara-negara Ini Akan Masuk Resesi yang Dalam, Penyebabnya Embargo Gas Rusia

Terbaru, penurunan harga minyak disebabkan meningkatnya kekhawatiran akibat resesi dan turunnya impor minyak China, yang merupakan kekuatan ekonomi besar dunia.


 

China adalah importir minyak mentah terbesar di dunia. Sepanjang Juli 2022, China tercatat mengimpor 8,79 juta barel per hari (bph). Angka tersebut naik dibandingkan Juni 2022, namun turun 9,5 persen dibanding Juli 2021.

Impor menurun karena pabrik penyulingan minyak China mengurangi permintaan.

Sementara itu, US Bureau of Labour Statistics merilis data ketenagakerjaan AS terbaru pada minggu lalu. Data itu menyebutkan, AS menciptakan 528.000 lapangan kerja non-pertanian pada Juli 2022.

Baca Juga: Hampir Sama, Ini Perbedaan Resesi dan Depresi Ekonomi

Jumlah itu lebih tinggi dibanding bulan Juni 2022 yakni 398.000 dan ekspektasi pasar yang sebanyak 250.000.

Sektor jasa menjadi pembuka lapangan kerja terbanyak. Makan-minum menciptakan 74.000 lapangan kerja, jasa bisnis profesional 89.000, jasa perusahaan 13.000, arsitektur dan teknik 13.000, manajemen dan konsultan teknik 12.000, penelitian dan pengembangan 10.000, serta layanan kesehatan 70.000.

Kabar tersebut tentu menjadi sinyal positif ekonomi AS. Tapi di sisi lain, data ini meningkatkan kekhawatiran pasar, bahwa Bank Sentral AS atau The Fed akan menaikkan suku bunga acuan kembali.

Pasalnya, salah satu alasan The Fed mengetatkan kebijakan moneter adalah keyakinan bahwa pasar tenaga kerja masih kuat.

Baca Juga: Momen Lebaran hingga Mudik Jadi Penyelamat Ekonomi RI April-Juni 2022

Ketika suku bunga acuan naik, apalagi sangat tinggi, maka biaya ekspansi dunia usaha dan rumah tangga akan ikut naik. Ini membuat laju ekonomi tertahan, sehingga resesi yang dialami AS akan berlanjut.

Secara teknis, AS sudah mengalami resesi karena pertumbuhan ekonominya minus selama dua kuartal berturut-turut.



Sumber :

BERITA LAINNYA



Close Ads x