Kompas TV nasional kriminal

Surya Darmadi di Singapura, Pengamat Hukum Tata Negara: Indonesia Harus Proaktif Jalankan Ekstradisi

Kompas.tv - 3 Agustus 2022, 21:16 WIB
surya-darmadi-di-singapura-pengamat-hukum-tata-negara-indonesia-harus-proaktif-jalankan-ekstradisi
Foto Surya Darmadi, tersangka kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan sawit atau penguasaan lahan sawit yang merugikan negara senilai Rp78 triliun. (Sumber: Tangkapan layar KOMPAS TV)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Andi Syafrani mengatakan pemerintah Indonesia mempunyai kekuatan hukum untuk menarik para pelaku tindak pidana yang berada di Singapura sesuai dengan perjanjian ekstradisi.

"Dengan adanya perjanjian ini, mestinya pemerintah kita bisa secara proaktif untuk meminta kepada pemerintah Singapura bekerja sama untuk melaksanakan perjanjian ini untuk menarik pelaku tindak pidana yang bersembunyi di negara Singapura itu, termasuk Surya Darmadi," jelas Andi di Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Rabu (3/8/2022).

Berdasarkan perjanjian ekstradisi, kata Andi, pemerintah bisa mengirimkan surat permintaan secara resmi kepada pemerintah Singapura.

Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Agung RI berupaya memulangkan Surya Darmadi, tersangka kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan sawit atau penguasaan lahan sawit yang merugikan negara senilai Rp78 triliun, dari Singapura ke Indonesia.

Baca Juga: Kejaksaan Agung Berupaya Pulangkan Surya Darmadi dari Singapura, Kasus Dugaan Korupsi Rp78 Triliun

Tak hanya memanfaatkan perjanjian ekstradisi, Andi juga menyarankan agar pemerintah bekerja sama dengan lembaga internasional, baik bersifat bilateral maupun multilateral

"Jadi khusus untuk negara-negara yang sudah kita tahu, mereka (pelaku pidana -red) misalnya kabur di satu negara yang memiliki perjanjian ekstradisi dengan kita, ya kita harus aktif meminta negara tersebut mencari dan mengembalikan pelaku tindak pidana itu ke negara kita," terangnya.


Kerja sama internasional lain, kata Andi, adalah kerja sama intensif dengan Interpol, organisasi polisi kriminalitas internasional.

"Sehingga notifikasi informasi bisa menyebar dengan cepat dan Interpol bisa membantu, kita bisa lebih aktif dan menyelesaikan tindak pidana di kita ini," imbuhnya.

Selain itu, Andi menduga terjadi kebocoran informasi di dalam lembaga negara penegak hukum. Hal itu menyebabkan pelaku tindak pidana, dalam hal ini tersangka tindak pidana korupsi, telanjur kabur ke luar negeri sebelum ditangkap.

"Kita tahu ada beberapa kasus ketika orang mau ditahan, beberapa hari sebelum ditahan, mereka sudah keburu kabur ke luar negeri. Itu menunjukkan bahwa ada kebocoran di dalam instansi pemerintah sendiri," ungkap Andi.

Untuk itu, ia menyarankan agar lembaga penegak hukum menutup celah yang rawan menyebabkan kebocoran informasi di dalam lembaga.

Baca Juga: Kejaksaan Agung Ungkap Tersangka Dugaan Korupsi Garam Industri dan Penyerobotan Lahan Minyak Sawit

Tak hanya itu, lembaga penegak hukum juga perlu membagikan informasi secara cepat kepada pihak imigrasi, sehingga bisa segera mencegah buronan pergi ke luar negeri.

"Jadi aparatur imigrasi kita pun harus ketat dan cepat mendapatkan informasi dan segera melakukan tindakan jika memang ada informasi terkait orang yang diduga buronan atau telah melakukan tindak pidana," jelas Andi.

Terakhir, Andi menjelaskan, partisipasi dari masyarakat juga penting dalam membantu polisi menangkap buronan yang mungkin berada di sekitar mereka.

"Tentu ini membutuhkan kepercayaan luar biasa dari masyarakat terhadap lembaga penegakan hukum kita," pungkasnya.

Baca Juga: 5 Orang yang Masuk DPO KPK, dari Harun Masiku hingga Surya Darmadi

 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x