Kompas TV regional budaya

Mengenang Geger Sepehi Juni 1812, ketika Keraton Yogyakarta Dijarah Habis-habisan

Kompas.tv - 24 Juni 2022, 07:15 WIB
mengenang-geger-sepehi-juni-1812-ketika-keraton-yogyakarta-dijarah-habis-habisan
Prasasti Geger Sepoy Kampung Ketelan Wijilan Jokteng Lor Wetan Yogyakarta. (Sumber: Dinas Kebudayaan Yogyakarta -)
Penulis : Iman Firdaus | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Nama "Geger Sapehi" tercantum dalam sebuah prasasti yang tercantum dalam sebuah tembok di  Kampung Ketelan Wijilan Jokteng Lor Wetan Yogyakarta.

Di bawah prasasti yang dibuat tahun 2000 itu, tersisa sebuah tembok reruntuhan untuk mengenang perjuangan rakyat Jawa Mataram tempo dulu melawan penjajahan bangsa Barat, yaitu Inggris.

Geger Sepoy atau Geger Sepehi merupakan penyerbuan pasukan Inggris terhadap Keraton Yogyakarta pada tanggal 19-20 Juni 1812. Setelah keraton jatuh, diteruskan dengan penjarahan harta keraton selama empat hari empat malam.

Nama Sepoy merujuk pada pasukan Inggris yang isinya orang-orang India. Oleh orang Jawa kala itu, Sepoy disebut "Sepehi". 

Peristiwa berawal ketika pada tahun 1811 Inggris mulai menancapkan kekuasaannya di Jawa dan berkeinginan menguasai Pulau Jawa. Ambisi penguasaan itu dipimpin oleh Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffless. 

Langkah pertama untuk menguasai Jawa bagian tengah adalah menguasai Keraton Yogyarta. Setelah diplomasi terakhir gagal, genderang perang ditabuh. Mula-mula, meriam pasukan Inggris menyerang di malam hari. 

Baca Juga: Keraton Yogyakarta Lakukan Renovasi Besar-besaran, GKR Bendara: Ada Dawuh Ngarsa Dalem

Selama dua hari, peperangan terjadi di luar Benteng Baluwerti keraton dan juga saling tembak meriam dan artileri lainnya. Kemudian pada subuh dini hari 20 Juni 1812, pasukan Keraton Yogya mulai terdesak dan akhirnya tak berdaya melawan 1.200 pasukan Sepoy yang bertempur tak kenal henti dari malam hingga dini hari.

Setelah keraton jatuh, upaya penjarahan pun dilakukan. Bahkan, sebelum penjarahan dilakukan, para penguasa keraton dan keluarganya diperlakukan secara hina. Mereka digiring ke kediaman Residen di antara barisan tentara Sepoy dan Skotlandia dengan pedang terhunus dan sangkur terpasang.  

Sejarawan dari Universitas Oxford yang ahli dalam masalah Diponegero, Peter Carey, dalam bukunya Takdir, Riwayat Pangeran Diponegoro 1785-1855 yang diterbitkan oleh KOMPAS (2014), menuliskan peristiwa ini secara detail.

"Menurut Babad Jatuhnya Yogyakarta, bala tentara Inggris dan Sepoy terlalu kasar dalam melaksanakan tugas mereka. Para pangeran dan pejabat-pejabat senior keraton dipaksa untuk menyerahkan  keris mereka yang dihiasi batu-batu permata," tulis Carey.


Bukan hanya itu. Keputren dan istana juga digeledah untuk dicari perhiasannya. Semua harta keraton dikuras habis nyaris tak bersisa.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x