Kompas TV bbc bbc indonesia

Timnas Indonesia Lolos ke Piala Dunia Sepak Bola Amputasi: Dilepas dalam Sunyi, Pulang Bawa Prestasi

Kompas.tv - 29 Mei 2022, 23:35 WIB
timnas-indonesia-lolos-ke-piala-dunia-sepak-bola-amputasi-dilepas-dalam-sunyi-pulang-bawa-prestasi
Timnas Sepak Bola Amputasi Indonesia untuk pertama kalinya lolos ke Piala Dunia 2022 yang akan digelar di Turki pada Oktober 2022. (Sumber: BBC Indonesia/ Persatuan Sepakbola Amputasi Indonesia)
Penulis : Redaksi Kompas TV

Tiga tahun yang lalu, Muhammad Shidiq Bashiri atau Bahir, bermimpi untuk bisa berlaga di ajang sepak bola internasional. Kini, Bahir berhasil mewujudkan mimpi itu.

Bahir merupakan salah satu punggawa yang berhasil membawa Tim Nasional Sepak bola Amputasi untuk pertama kalinya lolos ke Piala Dunia 2022 yang akan digelar di Turki pada Oktober.

Pada Rabu (30/3), Bahir dan rekan-rekan satu timnya unjuk gigi dalam laga uji coba melawan tim dari komunitas non-disabilitas di Jakarta.

Di tengah lapangan hijau, Bahir tampak lincah menggocek, mengoper, dan menendang bola meski dengan satu kaki. Dia menggunakan dua tongkat sebagai penopangnya ketika berlari. Begitu pula dengan rekan-rekan setim lainnya.

Meski pertandingan sore itu berakhir dengan kekalahan, tim yang juga dikenal dengan nama Garuda Inaf ini berhasil menunjukkan keberanian dan daya juang mereka.

Menurut Bahir, ini pula yang menjadi modal utama mereka sampai akhirnya lolos ke Piala Dunia. Padahal tim yang mereka hadapi seperti Malaysia dan Jepang jauh lebih berpengalaman di ajang internasional. Mereka bisa tampil dengan percaya diri, mengalahkan rasa minder setelah selama ini kerap diremehkan dan diabaikan.

Bagi Bahir pribadi, semangatnya terus membara tiap kali mengingat nasehat pelatih pertamanya di Jember yang meneguhkan bahwa dia setara dengan para punggawa Timnas Indonesia.

"Waktu itu coach bilang, 'Kamu tahu Asnawi Mangkualam?', 'Iya coach'. 'Sampean tahu Evan Dimas?' Saya jawab, 'Iya tahu'.

"Coach bilang, 'Levelmu itu sama dengan dia, karena kamu sudah lolos ke Timnas dan ini menuju ke kualifikasi, itu sama-sama bela negara, itu kelasnya sama'," kenang Bahir.

"'Walaupun kamu amputasi, tapi yakinlah bahwa garudamu itu tetap dua sayap, bukan satu sayap.' Waktu (dengar) itu saya nangis," katanya.

Sayangnya sampai saat ini, tim Garuda Inaf belum mendapat dana dan fasilitas layaknya sebuah tim nasional.

'Dengan sepak bola kami dikasih mimpi'

Bahir, yang kini berusia 23 tahun, terlahir dengan satu kaki. Sejak kecil dia gemar bermain sepak bola bersama teman sebayanya di Jember, Jawa Timur. Lapangan sepak bola pertama bagi Bahir adalah halaman depan rumah tetangganya.

"Kalau ketahuan sama orang itu (tetangga) ya saya dimarahi, karena pasti hancur saya kan pakai hand grip dari kayu, itu bobotnya sekitar dua sampai tiga kilogram, jadi pasti hancur. Akhirnya 'ya boleh main sepak bola, tapi kamu (Bahir) jangan," kenang Bahir sambil tertawa.

Bahir berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya bekerja sebagai pengumpul batu gamping.

Semasa kecil hingga remaja, Bahir tak pernah terpikir untuk menjadi pesepak bola profesional. Dia bahkan tak berani bermimpi untuk berlaga di Piala Dunia.

Jalannya mulai terbuka ketika Bahir bergabung dengan klub sepak bola amputasi di Jember, Persaid, pada 2019. Saat itu lah Bahir menemukan mimpinya di lapangan hijau.

"Kalau amputasi itu pasti bingung ke depannya gimana karena cari kerjaan aja sulit, tapi dengan sepak bola ini kita dikasih mimpi dan diajarkan jadi pesepak bola profesional," ujar penggemar Lionel Messi ini.

Baca juga:

Satu tahun dia berlatih tanpa ada pertandingan, tanpa digaji. Sampai akhirnya Bahir berhasil lolos seleksi menjadi pemain Tim Nasional.

Statusnya menjadi pemain Timnas tidak serta-merta membuat perjalanan Bahir lantas mudah. Sebab, Tim Garuda Inaf sendiri pun dalam kondisi yang serba terbatas.

Sebelum berangkat ke Jakarta untuk berlatih menuju babak kualifikasi Piala Dunia, Bahir harus berutang Rp1.000.000 untuk persiapan membuat paspor hingga ongkos perjalanan.

Bahir pernah terpaksa menggunakan sepatu yang sempit, sehingga kakinya lecet. Akhirnya Bahir pun urunan dengan rekan satu timnya, Muhammad Lucky, untuk membeli sepasang sepatu. Bahir menggunakan yang kiri, sedangkan Luki menggunakan yang kanan.

Bahkan sampai saat ini pun, tidak ada gaji tetap untuk para pemain Garuda Inaf. Di luar sepak bola, Bahir menggantungkan hidupnya dengan berjualan voucher internet.

"Maklum perjuangan kami masih baru jadi mungkin harus rela berkorban banyak. Namanya hobi sepak bola ya tetap bertahan," kata dia.

'Sepak bola itu untuk semua'

Aditya, 24, meniti karirnya sebagai pesepak bola di Persib U-17 pada 2014. Dalam sebuah pertandingan persahabatan antar-kampus di Bandung pada 2017, Aditya mengalami patah tulang setelah kakinya ditekel sangat keras oleh pemain lawan.

Cedera yang dia alami kemudian ditangani dengan pengobatan alternatif, tanpa penanganan medis yang tepat selama dua tahun.

Kondisi kaki Aditya pun memburuk sampai harus diamputasi. Selama dua tahun Aditya tidak bisa beraktivitas dan merasa karirnya sebagai pesepak bola akan tamat. Dia akhirnya memilih diamputasi pada 2019.

"Seenggaknya kalau saya diamputasi, saya bisa bangun dan melanjutkan hidup lagi walaupun dengan satu kaki," kata Adit kepada BBC News Indonesia.

"Waktu itu juga sempat terpikir saya enggak bisa main bola lagi, karena saya enggak tahu ada sepak bola amputasi ini," lanjut dia.





Sumber : BBC

BERITA LAINNYA



Close Ads x