Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Kenaikan Harga Solar Ancam Suplai Ikan Nasional dan Sumber Penghasilan Nelayan

Kompas.tv - 23 Mei 2022, 10:53 WIB
kenaikan-harga-solar-ancam-suplai-ikan-nasional-dan-sumber-penghasilan-nelayan
Ilustrasi - Melonjaknya harga solar mengancam industri perikanan. (Sumber: KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV – Melonjaknya harga solar mengancam industri perikanan tangkap. Pasalnya, biaya operasional kapal, 80 persennya untuk belanja BBM.

”Bahan bakar mahal, produksi ikan sedang minim, maka melaut dipastikan merugi. Lebih baik kapal sandar di pelabuhan walaupun sudah membayar PHP di awal,” ujar Pengurus Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) Muhammad Bilahmar di Jakarta, dikutip dari Kompas.id, Senin (23/5/2022).

Diketahui, harga solar untuk industri menembus angka RP 17.000 per liter. Sedangkan, industri perikanan sudah membayar pungutan hasil perikanan (PHP) di awal (praproduksi).

Sejumlah kapal perikanan kini mangkrak karena beban operasional kapal yang mahal. Seperti di Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta, sebagian kapal industri perikanan yang kembali ke pelabuhan akhirnya tidak bisa berangkat melaut.

Bilahmar mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan laporan dari beberapa perusahaan perikanan anggota Astuin yang berhenti beroperasi.

Suplai ikan dan sumber penghasilan terancam

Ia berharap situasi lonjakan solar yang memukul usaha kapal perikanan segera direspons pemerintah. Apalagi, sejumlah kapal perikanan mempekerjakan anak buah kapal dengan sistem bagi hasil.

Baca Juga: KSAL Yudo Margono Serukan Komandan Kapal Perang Asah Kemampuan Tempur, Ada Apa?

Mangkraknya operasional kapal akan membuat buruh-buruh nelayan kehilangan penghasilan. Di sisi lain, berhentinya operasional kapal berpotensi mengancam suplai ikan nasional.

Stok ikan yang kian menipis akan memicu kenaikan harga ikan. Saat ini, harga sejumlah komoditas ikan sudah naik di kisaran 10 persen.

Secara terpisah, Ketua I Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) yang berkantor di Pelabuhan Benoa, Bali Dwi Agus, menyatakan, harga solar untuk bahan bakar kapal yang semakin melambung kini menjadi persoalan besar pelaku usaha perikanan tangkap.

Biaya konsumsi solar mencapai 80 persen dari total ongkos operasional. Sementara, kebutuhan solar bisa mencapai 200 liter per hari.

Menurut Dwi, biaya operasional hanya bisa ditutup jika harga rata-rata solar Rp 12.500 per liter. Dampak kenaikan harga BBM jenis solar melebihi Rp 12.500 per liter sudah dirasakan sejak Februari 2022.

 ”Beberapa pelaku usaha mulai mengurangi jumlah kapal yang operasional, sambil terus memantau musim tangkapan ikan,” ujarnya.

Adapun, jumlah keseluruhan kapal perikanan di Pelabuhan Benoa sebanyak 475 unit kapal, meliputi 280 kapal anggota ATLI dan sisanya non-ATLI. Dari jumlah 475 kapal tersebut, jumlah kapal pukat tuna sekitar 275 unit dan kapal pukat cincin sebanyak 25 unit.

Merespons situasi tersebut, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Zaini Hanafi mengatakan, pemerintah sedang menyiapkan survei terkait kondisi terkini kapal perikanan yang terdampak kenaikan harga bahan bakar minyak.

”Kami sedang menyiapkan survei supaya bisa dianalisis dan dicari pemecahannya,” ucapnya.

Baca Juga: Nelayan Cirebon Keluhkan Solar Langka ke Presiden Jokowi

 



Sumber : Kompas TV/Kompas.id

BERITA LAINNYA



Close Ads x