Kompas TV internasional kompas dunia

Deretan Presiden yang Tabrak Konstitusi demi 3 Periode Jabatan, Umumnya Bermasalah

Kompas.tv - 4 April 2022, 22:50 WIB
deretan-presiden-yang-tabrak-konstitusi-demi-3-periode-jabatan-umumnya-bermasalah
Ilustrasi. Presiden Jokowi saat memberikan pidato di acara Silatnas Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia atau Apdesi di Istora Senayan, Selasa (29/3/2022). Walaupun tidak sah menurut konstitusi Indonesia sekarang, sejumlah pihak masih menginginkan Jokowi menjabat ketiga kalinya. (Sumber: Tangkapan layar Youtube Kompas TV)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Edy A. Putra

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Wacana penambahan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bergaung kembali belakangan ini. Walaupun tidak sah menurut konstitusi Indonesia sekarang, sejumlah pihak masih menginginkan sang presiden menjabat untuk yang ketiga kalinya.

Pada abad 21, masa jabatan presiden umumnya dibatasi menjadi dua periode. Namun, jika seseorang ingin memperpanjang kekuasaan, salah satu modus yang bisa dilakukan adalah mengubah konstitusi.

Sayangnya, presiden yang secara tidak langsung atau langsung mengubah konstitusi, umumnya bermasalah. Terdapat banyak contoh penguasa problematis yang memperpanjang masa jabatan dan justru berdampak buruk.

Berikut deretan presiden yang berambisi memperpanjang masa jabatan menjadi tiga periode dengan mengubah konstitusi. Presiden-presiden ini umumnya memimpin rezim yang bermasalah.

Presiden Burundi Pierre Nkurunziza

Ketika Pierre Nkurunziza hendak maju kembali dalam pemilihan presiden (pilpres) Burundi 2015, ia telah menjalani dua periode sebagai presiden. Konstitusi Burundi melarang seorang presiden menjabat lebih dari dua periode.

Akan tetapi, partai pengusung Nkurunziza saat itu berargumen sang presiden bisa maju pilpres kembali karena periode pertamanya bukan hasil pemilu, melainkan ditunjuk parlemen.

Baca Juga: Wacana Presiden 3 Periode, Jokowi Ikuti Jejak Diktator Afrika?

Ketika Mahkamah Konstitusi Burundi memutuskan Nkurunziza bisa maju pilpres kembali pada 5 Mei 2015, demonstrasi besar-besaran pecah.

Sebelumnya, publik telah menunjukkan ketidakpuasan atas rezim Nkurunziza. Pada periode keduanya, sang presiden memimpin dengan represif dan kebebasan sipil dikekang.

Pada 2014, Nkurunziza bahkan melarang joging di luar ruangan karena dikhawatirkan menjadi ajang pertemuan politik terselubung.

Kebijakan represif Nkurunziza memicu protes besar-besaran. Pada 13 Mei 2015, elemen militer yang dipimpin Mayjen Godefroid Niyombare melakukan percobaan kudeta.

Akan tetapi, kudeta ini berhasil digagalkan. Respons rezim Nkurunziza pun berlangsung brutal. Tokoh oposisi dan aktivis dibunuh. Demonstran yang ditangkap dilaporkan disiksa serta diperkosa loyalis Nkurunziza.

Nkurunziza memenangi pemilihan presiden 2015. Namun, Burundi menjadi negara yang terisolasi karena komunitas internasional mengutuk tindakan represifnya.

Kekerasan terus meningkat hingga Uni Afrika berencana mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Burundi. Nkurunziza menolaknya.

Selama kericuhan dan tindakan represif Nkurunziza di sekitar pilres 2015, diperkirakan 1.700 warga tewas dan 390.000 kabur ke Rwanda atau Republik Demokratik Kongo.

Baca Juga: Mensesneg: Deklarasi Jokowi 3 Periode oleh Kepala Desa di Luar Pengetahuan Kami

Masa jabatan Nkurunziza berakhir pada 8 Juni 2020 karena ia meninggal dunia. Pemerintah menyebut penyebab kematiannya adalah serangan jantung.

Namun, sejumlah kalangan menduga Nkurunziza mati karena Covid-19.

Presiden Guinea Alpha Conde

Sejak merdeka dari Prancis pada 1958, Guinea dipimpin oleh diktator yang memimpin rezim korup. Pada 2008, militer mengkudeta diktator Lansana Conte yang telah berkuasa sejak 1984.

Pada 2010, setelah melalui dua pemimpin interim, Guinea memilih presiden pertama melalui pemilu. Pilihan jatuh kepada Alpha Conde.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x