Kompas TV nasional peristiwa

Usul Mantan Hakim MK di Pra Muktamar Muhammadiyah, Dua Hal ini Cegah Negara Jadi Totalitarian

Kompas.tv - 16 Maret 2022, 17:09 WIB
usul-mantan-hakim-mk-di-pra-muktamar-muhammadiyah-dua-hal-ini-cegah-negara-jadi-totalitarian
Mantan Hakim Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019). Dalam kesempatan di Forum Pra Muktamar Muhammadiyah, beliau juga bicara soal negara jadi totalitarian, apa saja? (Sumber: Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)
Penulis : Dedik Priyanto | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV - Dalam forum Pra Muktamar Muhammadiyah, mantan Hakim Mahkamah Konsitutusi (MK), Jimly As-shiddiqie, menjelaskan tentang dua hal penting agar Indonesia tidak terjebak jadi negara yang totalitarian. 

Menurut Jimly, tuntutan untuk merekonstruksi ulang sistem tata negara di Indonesia dianggap penting di tengah kondisi terkini Indonesia. Totalitarian ini bermakna, negara mengatur segala hal secara penuh dengan mengabaikan kekuatan sipil. 

Hal itu diungkapkan dalam Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah-‘Aisyiyah di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Rabu (16/3/2022). 

Untuk merekonstruksi agar sistem tata negara Indonesia terhindar dari arus totalitarian, Jimly mengusulkan agar dilakukan dua konsep pembagian kekuasaan, yakni inner structure power (struktur di dalam kekuasaan) dan outer structure power (struktur di luar kekuasaan).

“Masing-masing dari dua hal itu memiliki empat pembagian unsur politik yang masing-masing unsur dicegah agar terhindar dari konflik kepentingan,” papar Jimly dikutip di situs resmi Muhammadiyah, Rabu (16/3/2022).

Baca Juga: PKS: Pemindahan Ibu Kota Akan Lahirkan Pemerintah yang Otoriter

Lantas, ia menjelaskan, pada konsep inner structure power lama, empat unsur itu adalah lembaga eksekutif, lembaga legislatif, lembaga yudikatif, dan media massa.  Sedangkan sekarang adalah state (negara), civil society (masyarakat madani), market (pasar), dan media massa.

Sebagai contoh, lanjutnya, seorang pengusaha industri media nasional tidak selayaknya menjadi pemilik atau tokoh pimpinan partai politik. Karena dengan keutamaan yang dia miliki, dia berpeluang besar menggunakan media untuk menggiring suara dari civil society.

“Maka bisa terjadi suatu hari nanti seorang presiden menguasai politik kenegaraan, tapi juga menguasai dunia korporasi, menguasai media dan civil society sekaligus. In the one hand. Nah, inilah bentuk totalitarianisme baru yang sangat berbahaya bagi demokrasi di masa depan. There will be no more democracy kalau ini terjadi,” terang Jimly.

Sedangkan pada konsep outer structure power, dia menyebut empat unsur yang dilarang berkonflik kepentingan adalah lembaga eksekutif, lembaga legislatif, lembaga yudikatif, dan cabang campuran seperti KPU, KPPU, dan lembaga lain yang semisalnya.

“Dia harus ditempatkan dan tidak boleh tunduk pada pejabat politik atau calon peserta pemilu, dan dia harus berurusan dengan pengadilan yang mengadili proses dan hasil pemilu,” jelasnya.

“Maka the new form of quadro politika itu harus diatur supaya jangan ada konflik kepentingan. Kalau tidak, catat ini. Pada suatu hari akan muncul the new form of absolute totalitarianism,” ramal Jimly.

Ahli Hukum Tata Negara itu lantas menjelaskan, ia mengingat Hitler ketika berkuasa dan hal itu jangan sampai terjadi di negeri ini. 

“Di jaman Hitler penguasa publik ngangkangi semua kepentingan privat. Tapi di jaman sekarang yang terjadi adalah inverted totaliarianisme. Penguasa kepentingan privat menangani kebijakan publik,” pungkasnya.

Acara ini sendiri merupakan rangkaian acara pra Muktamar Muhamamadiyah. Muhammadiyah secara resmi akan mengadakakan Muktamar pada tanggal 18-20 November di Surakarta, Jawa Tengah. Salah satu agendanya adalah proses penggantian ketua umum Muhammadiyah. 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x