Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Beban Pengeluaran Tinggi, Nelayan Kecil di Daerah Enggan Laporkan Hasil Tangkapan

Kompas.tv - 1 Maret 2022, 10:18 WIB
beban-pengeluaran-tinggi-nelayan-kecil-di-daerah-enggan-laporkan-hasil-tangkapan
Ilustrasi - Peraturan daerah terindikasi membebani nelayan kecil di daerah lantaran pungutan retribusi izin daerah dan harga BBM yang lebih mahal. (Sumber: Kompastv/Ant)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV – Peraturan daerah terindikasi membebani nelayan kecil lantaran pungutan retribusi izin daerah dan harga BBM yang lebih mahal. Salah satu implikasinya adalah data produksi penangkapan ikan yang tercatat oleh pemerintah

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan menyebutkan, saat ini nelayan kecil di Provinsi Maluku dan Maluku Utara merasakan beban pengeluaran yang lebih tinggi dalam melakukan operasi penangkapan ikan.

“Ekonomi biaya tinggi tersebut berasal dari pungutan retribusi izin daerah dan harga BBM yang lebih mahal dari pada daerah lain,” ujarnya, Selasa (1/3/2022), dilansir dari Antara.

Rencana Kementerian Kelautan dan Perikanan yang akan memberlakukan sistem kontrak dengan memprioritaskan kuota bagi nelayan kecil tidak akan mempengaruhi dan dimanfaatkan oleh nelayan kecil di Indonesia timur.

“Sebabnya karena problem dan kebutuhan penangkapan ikan nelayan kecil bukan pada sistem kontrak tapi perlindungan nelayan, ketiadaan pungutan, ketersediaan BBM dan mekanisme pendaftaran kapal perikanan," bebernya.

Abdi mengungkapkan bahwa pihaknya mendapatkan laporan dan pengaduan sejumlah nelayan kecil dari Maluku dan Maluku Utara yang diwajibkan membayar retribusi izin daerah ketika akan mengurus Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut (SIKPI).

Akibat, banyak kapal nelayan kecil yang tidak mendaftarkan kapalnya dan tidak melaporkan hasil tangkapan karena merasa terbebani dan tidak mau membayar retribusi perizinan.

“Hal ini tentunya akan berimplikasi pada data produksi penangkapan ikan yang tercatat oleh pemerintah” kata Abdi. Ia menambahkan, implikasi lain yang timbul akibat kebijakan ini adalah kesulitan nelayan dalam mengakses BBM bersubsidi karena tidak memiliki SIUP dan SIPI.

Oleh hal itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Kementerian Dalam Negeri dipandang perlu  mengevaluasi perda tersebut.

"Kemendagri dan KKP perlu melakukan inventarisasi dan evaluasi peraturan daerah bidang perikanan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi bagi nelayan kecil," tuturnya.  



Sumber : Kompas TV/Antara

BERITA LAINNYA



Close Ads x