Kompas TV bbc bbc indonesia

Kisah Korban Kekerasan Seksual Usia Dini: Trauma sampai Mati

Kompas.tv - 21 Januari 2022, 21:16 WIB
kisah-korban-kekerasan-seksual-usia-dini-trauma-sampai-mati
Ilustrasi kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Kebanyakan korban kekerasan seksual tidak bisa pulih sepenuhnya dari trauma mereka. Semakin muda usia korban, kata psikolog, semakin besar faktor traumanya. (Sumber: Google/Net)
Penulis : Vyara Lestari

Peringatan: Artikel ini memuat penuturan kekerasan seksual yang dapat mengganggu kenyamanan Anda.

Suara Adira beberapa kali tercekat ketika menceritakan kekerasan seksual yang menimpa dirinya waktu kanak-kanak dan dampak terhadap kehidupannya sampai usia 40 tahun.

Dia terdengar berupaya menjaga kestabilan emosi agar suaranya tetap terdengar jelas ketika bertutur lewat sambungan telepon.

Adira, bukan nama sebenarnya, mengalami kekerasan seksual sebelum memasuki usia sekolah. Dia tidak begitu ingat berapa umurnya kala itu. Memahami apa yang sedang terjadi pun tidak. Tapi kejadian itu masih membekas jelas di ingatannya.

"Ada pegawai toko orang tuaku yang melakukan pelecehan. Hal itu baru aku sadari ketika usia... berapa ya? Aku sudah kerja, atau malah sudah nikah," kata Adira.

Itu bukan kejadian pertama, kata dia.

Pengalaman buruk itu kembali menimpa dirinya, tapi dengan pelaku yang berbeda. Kali ini dilakukan oleh dua saudaranya.

"Aku nggak bisa menolak karena nggak tau, terus mungkin takut kali ya karena mereka orang dewasa," katanya dengan suara yang sedikit bergetar.

"Ya... udah. Aku membeku. Aku takut, aku freeze."

"Cuma ngeliatin apa yang mereka kerjain."

Baca juga:

Kekerasan seksual juga dialami Bayuni (bukan nama sebenarnya) ketika usianya sekitar tiga sampai empat tahun.

Pelakunya adalah tetangganya sendiri, yang duduk di bangku SMP. Dia melakukan tindakan yang tidak pantas terhadap Bayuni berulang kali, sampai akhirnya ibu Bayuni memergoki perbuatan pelaku.

"Saya waktu itu kan sama sekali nggak ngerti apa-apa. Di pikiran saya waktu itu cuma ini ngapain sih?" kata Bayuni.

Orang tua Bayuni lantas membawa anaknya ke dokter untuk diperiksa. Tangisan orang tuanya masih terekam baik di memori Bayuni, tapi waktu itu dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

"Waktu itu saya masih terlalu kecil. Dibilang nangis juga nggak, sedih juga nggak, marah juga nggak karena saya nggak tau apa yang terjadi."

Bayuni baru memahami kejadian itu setelah dewasa, tepatnya saat kuliah, ketika mulai banyak informasi soal apa itu kekerasan seksual.

Tapi, sama seperti Adira, Bayuni tidak mengetahui hal itu berdampak besar dalam hidup mereka ketika masalah demi masalah menghampiri, sampai akhirnya harus berkonsultasi dengan psikolog.

Trauma berkepanjangan

Adira merasa hidupnya mulai berantakan ketika dia menyadari begitu banyak kegagalan dalam menjalani hubungan. Pernikahannya pun harus kandas. Saat mencoba bangkit dan memulai hubungan yang baru, hal itu tidak berjalan lama dan pengalaman buruk harus kembali terulang.

"Aku nggak bisa membela diriku sendiri atau aku kadang nggak tau apa yang aku mau dari sebuah hubungan. Aku membiarkan saja orang mau apa terhadapku karena mungkin dari kecil diperlakukan seperti itu ya," kata Adira.

Pengalaman yang dia nilai sebagai kegagalan itu menyeret Adira ke titik terendah dalam hidupnya.

Pikirannya kacau. Dia depresi.

Memori buruk di masa kecilnya pun sempat muncul beberapa kali. Dia merasa psikisnya terganggu sampai dia terpaksa meninggalkan pekerjaan karena tak tahu harus berbuat apa lagi.

"Untuk bisa normal dalam satu hari itu butuh perjuangan dan aku coba itu selama 2019, tapi aku nggak kuat," ujarnya.

Adira lantas mengunjungi psikolog.

Baca juga:

Dari situ dia baru menyadari bahwa kekerasan seksual yang dia alami waktu kecil mempunyai efek yang begitu besar dalam hidupnya sampai sekarang. Bahkan menciptakan trauma pada kondisi tertentu.





Sumber : BBC

BERITA LAINNYA



Close Ads x