Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

KPPU Cium Gelagat Kartel di Balik Kenaikan Harga Minyak Goreng

Kompas.tv - 20 Januari 2022, 18:24 WIB
kppu-cium-gelagat-kartel-di-balik-kenaikan-harga-minyak-goreng
Pekerja mengumpulkan kelapa sawit di Desa Mulieng Manyang, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, Aceh. Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memprediksi harga minyak sawit mentah (CPO) masih akan tinggi hingga Maret 2022 (19/1/2022). (Sumber: Antara)
Penulis : Vidi Batlolone | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya sinyal adanya praktik kartel di balik kenaikan harga minyak goreng belakangan ini.

Hal ini lantaran perusahaan-perusahaan besar di industri minyak goreng kompak untuk menaikkan harga secara bersamaan.

"Kompak naiknya ini harga minyak goreng. Ini yang saya katakan ada sinyal terjadinya kesepakatan harga,” kata Komisioner KPPU Ukay Karyadi dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Kamis (20/1/2020).

Baca Juga: Satu Harga, Minyak Goreng Rp 14.000 Per Liter Belum Merata

Namun menurut Ukay, adanya sinyalemen kartel tersebut tetap harus dibuktikan secara hukum. “Tapi ini secara hukum harus dibuktikan," kata Ukay seperti dikutip Antara.

KPPU telah melakukan penelitian selama tiga bulan terakhir. Hasilnya KPPU mendapati bahwa kenaikan minyak goreng disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku utamanya yaitu minyak kelapa sawit (CPO) di level internasional akibat permintaannya yang meningkat.

Berdasarkan data Consentration Ratio (CR) yang dihimpun KPPU pada 2019 terlihat pula bahwa sekitar 40 persen pangsa pasar minyak goreng dikuasai oleh empat perusahaan besar yang juga memiliki usaha perkebunan, pengolahan CPO, hingga beberapa produk turunan CPO seperti biodiesel, margarin, dan minyak goreng.

Dengan struktur pasar yang seperti itu, maka industri minyak goreng di Indonesia masuk dalam kategori monopolistik yang mengarah ke oligopoli.

"Ini perusahaan minyak goreng relatif menaikkan harga secara bersama-sama walaupun mereka masing-masing memiliki kebun sawit sendiri. Perilaku semacam ini bisa dimaknai sebagai sinyal bahwa apakah terjadi kartel," katanya.

Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Renamanggala menjelaskan pelaku usaha terbesar minyak goreng di Indonesia adalah pelaku usaha yang terintegrasi dari perkebunan sawit dan pengolahan CPO.

Baca Juga: Berlaku Hingga 6 Bulan Kedepan, Minyak Goreng Satu Harga Akan Meluncur Secara Bertahap

Sebagai komoditas global, kenaikan harga CPO akan menyebabkan produksi minyak goreng harus bisa bersaing dengan produk CPO yang diekspor.

Hal itu menyebabkan ketika harga CPO global sedang tinggi, maka produksi minyak goreng kesulitan mendapatkan bahan baku lantaran produsen akan lebih mengutamakan ekspor ketimbang memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Ini kami lihat agak sedikit aneh, karena sebenarnya produsen minyak goreng ini perusahaan di kelompok yang ekspor CPO atau yang punya kebun. Sepertinya pelaku usaha yang lakukan ekspor ini, meski punya usaha minyak goreng, namun mereka tetap mengutamakan pasar ekspor karena itu dapat meningkatkan keuntungan mereka," katanya.

 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x