Kompas TV video vod

DPR: Mahfud MD Harus Luruskan Dugaan Korupsi Proyek Satelit

Kompas.tv - 16 Januari 2022, 21:36 WIB
Penulis : Natasha Ancely

KOMPAS.TV - Proses hukum kasus dugaan korupsi pengadaan satelit Kementerian Pertahanan diduga melibatkan sejumlah personel TNI.

Kejaksaan Agung mulai menyidik kasus ini dan telah memeriksa 11 orang pihak kemhan dan swasta.

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menyebut, ada indikasi personel TNI diproses hukum dalam kasus proyek satelit Kementerian Pertahanan tahun 2015. Pemerintah mengungkap kasus ini merugikan negara hingga Rp 800 miliar.

Panglima TNI mengaku dipanggil Menkopolhukam pada Selasa lalu, soal dimulainya proses hukum kasus satelit Kementerian Pertahanan. Panglima tengah menunggu nama-nama personel TNI yang diduga terlibat proyek ini.

Andika berjanji untuk mendukung penegakan hukum terhadap anggotanya jika memang terbukti bersalah.

Kemenhan bergerak sendiri dengan membuat kontrak sewa satelit artemis milik Avanti pada 2015. padahal kemenhan saat itu belum punya anggaran untuk keperluan satelit militer.

Anggota Komisi I DPR Fraksi PDI Perjuangan Effendi Simbolon menyatakan, soal korupsi proyek satelit yang disampaikan Menkopolhukam perlu diluruskan.

Menurut Effendi, Menkopolhukam jauh lebih baik menceritakan sejarahnya dari mulai kebutuhan akan satelit komunikasi pertahanan.

Baca Juga: Jenderal Andika Sebut Ada Indikasi Personel TNI Dihukum Atas Kasus Proyek Satelit

“Ujug-ujug dia potong langsung seperti memborbardir berita bahwa ada suata “big fish” yang ketemu kejahatan yang terselubung, yang luar biasa. Saya kira ini sodara Mahfud juga harus ditanya apa sih motifnya? Karena sejatinya harus ada kronologisnya sejak kita kehilangan satelit Garuda 1 dari orbitnya.” Ujar Effendi Simbolon.

Effendi pun melihat ada konspirasi kuat yang tidak menginginkan Indonesia memiliki satelit sendiri.

“Saya melihat ada konsiparsi kuat yang tidak menginginkan Indonesia memiliki satelit sendiri yang mandiri.” Kata Effendi.

Sementara itu pengamat pertahanan dan militer Connie Rahakundini menyebut, perlu kehati-hatian dalam melihat kasus ini.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x