Kompas TV bisnis kebijakan

Setumpuk Pekerjaan Rumah Pemerintah untuk Gantikan Energi dari Bahan Bakar Fosil

Kompas.tv - 28 Desember 2021, 18:19 WIB
setumpuk-pekerjaan-rumah-pemerintah-untuk-gantikan-energi-dari-bahan-bakar-fosil
Kincir-kincir angin milik Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo-1 di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Sabtu (2/2/2019). (Sumber: Kompas.id)
Penulis : Ahmad Zuhad | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah berkomitmen mengatasi dampak krisis iklim, salah satunya melakukan transisi energi dari bahan bakar fosil ke sumber-sumber energi terbarukan. Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang mesti dikerjakan untuk menunjukkan komitmen itu.

Lembaga riset Institute for Essential Services Reform (IESR) mengapresiasi komitmen pemerintah Indonesia untuk melakukan transisi energi dan mengatasi dampak krisis iklim.

Meski begitu, Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menyoroti produksi energi terbarukan yang masih di bawah target.

Baca Juga: Perubahan Iklim Disebut Bisa Timbulkan Kerugian Negara Hingga Rp 115 Triliun

Indonesia baru menghasilkan tambahan 900 megawatt energi terbarukan dari target 14.000 megawatt pada 2002-2005 untuk mencapai target 23 persen energi bersih.

“Jadi memang harus menambah 13.000 megawatt. Dalam empat tahun ke depan kita harus bisa mengejar itu, kapasitas yang harus dibangun 3.000-an megawatt setiap tahun, ini tantangan,” kata Fabby, Selasa (28/12/2021), dikutip dari Antara.

Untuk itu, Fabby mendorong pemerintah melakukan perbaikan aturan agar pengembangan energi terbarukan dapat dilakukan lebih cepat.

Selama ini, pihaknya menilai ada regulasi yang menghalangi pengembangan energi terbarukan untuk menarik investasi.

Di sisi lain, Direktur Climate Policy Initiative (CPI) Indonesia Tiza Mafira mengatakan, pemerintah perlu memberikan kemudahan kepada masyarakat mengakses energi terbarukan.

Ia mencontohkan, pemerintah bisa membangun infrakstruktur untuk angkutan umum listrik dan kendaraan pribadi listrik.

Baca Juga: MUI: Manusia Serakah Jadi Penyebab Krisis Iklim dan Bencana

Selain itu, ia menyinggung soal pemberlakuan tariff net metering untuk solar panel dan insentif untuk memilih produk yang efisien energi.

Tak hanya mempermudah akses energi terbarukan, Tiza juga meminta pemerintah menghilangkan subsidi energi fosil.

Sementara, Direktur Program Koaksi Indonesia Verena Puspawardani berharap pemerintah menerapkan kebijakan agar industri batu bara membayar biaya eksternalitas, yaitu kerugian akibat kerusakan lingkungan, masalah kesehatan dan ekonomi sosial lainnya.

"Konsistensi kebijakan transisi energi ini akan meningkatkan akuntabilitas negara dan menjadi atraktif bagi investasi yang mendukung ekonomi hijau, termasuk di dalamnya bantuan internasional,” tegas Verena.

Pada 2019, Bappenas menyatakan bahwa upaya pengurangan emisi Indonesia pada tahun 2030 akan memberikan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) rata-rata 6,0 persen per tahun hingga 2045.

Selain itu, transisi energi ini dapat membuka sebanyak lebih dari 15 juta lapangan pekerjaan pada tahun 2045.

Baca Juga: Peringatan BMKG Akibat Perubahan Iklim, Bencana Badai hingga Hilangnya Es di Puncak Jaya

 



Sumber : Antara

BERITA LAINNYA



Close Ads x