Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

OJK Sebut RI Punya Lebih Dari 2.000 Start Up, 8 Unicorn, dan 1 Decacorn

Kompas.tv - 13 Desember 2021, 11:38 WIB
ojk-sebut-ri-punya-lebih-dari-2-000-start-up-8-unicorn-dan-1-decacorn
Ilustrasi perusahaan rintisan digital atau start up. OJK menyatakan punya 2.319 start up, termasuk 8 unicorn dan 1 decacorn (13/12/2021). (Sumber: SHUTTERSTOCK)
Penulis : Dina Karina | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah startup atau perusahaan rintisan digital di Indonesia saat ini sebanyak 2.319. Dari jumlah tersebut, terdapat 8 perusahaan yang sudah berstatus unicorn dan 1 perusahaan yang berstatus decacorn.

8 unicorn Indonesia adalah Traveloka, Tokopedia, Bukalapak, OVO, J&T Express, OnlinePajak, Xendit, dan Ajaib. Sedangkan 1decacorn Indonesia adalah Gojek.

Hal itu adalah cerminan potensi transaksi digital di Tanah Air yang sangat besar. OJK memperkirakan nilai transaksi digital di Indonesia pada 2025 mencapai 124 miliar dollar AS.

Baca Juga: Elon Musk Sindir Jeff Bezos karena Investasi di Start Up Anti-Penuaan

Hal itu disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Indonesia Fintech Summit 2021, Sabtu (11/12/2021).

"Ini menjadikan kita adalah yang paling maju di Asia dan untuk itu bagi kita dampaknya jelas positif," kata Wimboh dikutip Senin (13/12).

Keberadaan perusahaan rintisan digital yang bisa dijangkau siapa saja (inklusi) membuat masyarakat semakin mudah untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Namun Wimboh mengingatkan, masyarakat juga harus diberikan edukasi agar memiliki pengetahuan yang cukup terkait produk yang mereka gunakan (literasi).

Baca Juga: Erick Thohir: Indonesia Butuh 17,5 Juta Ahli Digital Sampai 2035

"Kadang banyak masyarakat yang berlebihan meminjam dana dari layanan keuangan digital karena berbagai tawaran menarik," ujar dia.

Selain itu, masih banyak pula masyarakat yang tidak mengetahui legal atau tidaknya suatu layanan keuangan digital, sehingga langsung percaya saja bahkan kepada layanan keuangan digital yang ilegal.

Masyarakat juga belum mengetahui atau memperhitungkan suku bunga pinjaman online dan cara melindungi data pribadi dalam partisipasinya di layanan keuangan digital.

"Ini banyak sekali yang harus kami percepat bagaimana pemahanam masyarakt dan bagaimana mengingatkannya," ucapnya.



Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x