Kompas TV internasional kompas dunia

Belajar dari Omicron, Ketidakmerataan Vaksin Picu Berkembangnya Varian Baru, Afrika Menderita

Kompas.tv - 29 November 2021, 21:29 WIB
belajar-dari-omicron-ketidakmerataan-vaksin-picu-berkembangnya-varian-baru-afrika-menderita
Antrean penumpang ke penerbangan Air France ke Paris, Prancis di Bandara OR Tambo, Johannesburg, Afrika Selatan pada Jumat (26/11/2021). Ketidakmerataan vaksinasi di Afrika membuat varian-varian Covid-19 baru rawan muncul dari benua itu. (Sumber: Jerome Delay/Associated Press)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Edy A. Putra

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Munculnya Covid-19 varian Omicron membuat dunia bergumul membatasi persebarannya. Varian ini diduga sangat menular dan memiliki jumlah mutasi tinggi.

Varian Omicron pertama ditemukan oleh Afrika Selatan. Sejak itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengategorikannya sebagai varian yang diwaspadai (VOC).

Banyak negara kemudian menutup perbatasan dari negara-negara selatan Afrika. Langkah ini dikritik WHO serta Afrika Selatan.

Komunitas internasional pun selama ini dipandang tak cukup membantu negara-negara Afrika, khususnya mengenai distribusi vaksin.

Pemerataan vaksin dipandang penting untuk mengatasi pandemi. Kalangan ilmuwan menyebut ketidakmerataan vaksin bisa memicu berkembangnya varian-varian baru.

Baca Juga: Menkes Budi Gunadi Sadikin Beberkan 3 Bahaya Varian Omicron

Nicksy Gumede-Moeletsi, virolog Kantor Regional WHO Afrika, menyebut penyebaran Covid-19 yang tak terkontrol adalah lahan pembibitan sempurna bagi varian-varian “sangat mengkhawatirkan” seperti Omicron.

“Selama kita terus memiliki pemerataan vaksin yang rendah, khususnya di Afrika, kita membuka kemungkinan berkembangnya varian-varian baru. Afrika butuh vaksin,” kata Gumede-Moeletsi kepada El Pais.

Untuk menghadapi Covid-19, Benua Afrika dihambat sistem kesehatan yang lemah dan kekurangan logistik.

Akan tetapi, kebijakan internasional dipandang sebagai masalah utama rendahnya tingkat vaksinasi Eropa.

Kekuatan ekonomi dunia, melalui program COVAX, telah menjanjikan 2.000 juta dosis untuk memvaksinasi 70 persen penduduk Bumi.

AS menjanjikan 1.100 juta dosis, Uni Eropa 500 juta, sedangkan Inggris Raya dan China masing-masing 100 juta.

Meskipun demikian, menurut laporan El Pais, realisasinya lima kali lipat lebih rendah dibanding janji.

Selain itu, pemerataan vaksin juga dihambat oleh kontroversi seputar pembebasan paten vaksin Covid-19.

Proses vaksinasi di lapangan pun sangat kurang di negara-negara miskin. Rata-ratanya, menurut Universitas Oxford, per 100 orang di negara miskin dunia, hanya tiga yang telah divaksinasi penuh.

Baca Juga: Pakar Pernapasan China Sebut Vaksinasi Langkah Efektif Atasi Varian Omicron



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x