Kompas TV regional kriminal

Qanun Jinayat Vonis Pemerkosa Anak di Aceh 15 Tahun Penjara, Sejumlah Pihak: Itu Belum Adil

Kompas.tv - 22 Oktober 2021, 11:29 WIB
qanun-jinayat-vonis-pemerkosa-anak-di-aceh-15-tahun-penjara-sejumlah-pihak-itu-belum-adil
Tiga pelaku pemerkosaan terhadap anak dihadirkan dalam konferensi pers di Kepolisian Resor Langsa, Aceh, Kamis (14/10/2021) (Sumber: Doc. Polres Langsa via Kompas.id)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Edy A. Putra

ACEH, KOMPAS.TV – Terdakwa kasus pemerkosaan anak, AS (46), divonis hukuman 15 tahun penjara oleh Hakim Mahkamah Syar’iyah Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.

Juru bicara Mahkamah Syar’iyah Jantho Fadlia mengatakan, sidang putusan perkara dengan korban pemerkosaan NA (18) tersebut digelar pada Kamis (21/10/2021) secara virtual.

”Terdakwa dinyatakan terbukti secara sah melakukan tindakan pidana jarimah (pemerkosaan) terhadap anak,” kata Fadlia, Jumat (22/10/2021).

Lebih lanjut, Fadlia menerangkan, pelaku yang terpaut usia jauh itu telah membujuk dan memperdaya korban untuk mau berhubungan badan. Meski tanpa kekerasan dan ancaman, anak tetap dianggap sebagai korban dari bujuk rayu pelaku.

Di Aceh, kasus kekerasan seksual pada anak dijerat dengan Qanun/Perda Hukum Jinayat. Sidang dilakukan oleh hakim Mahkamah Syar’iyah. Ancaman hukuman bagi terdakwa berupa cambuk atau kurungan atau denda.

Belum cukup adil

Namun, para pihak di Aceh menilai Qanun Jinayat tidak memberikan keadilan hukum bagi korban sebab qanun tidak mengatur restitusi bagi korban dan tidak ada pemberatan hukuman bagi pelaku, seperti yang diatur dalam UU Perlindungan Anak.

Baca Juga: Perempuan di Aceh Diperkosa Ayah Mertua, Mulut Korban Ditutup Kain

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Syahrul dan Direktur Eksekutif Flower Aceh Riswati mendesak Pemprov Aceh agar merevisi Qanun Jinayat dengan mencabut dua pasal yang mengatur kekerasan seksual pada anak, yakni Pasal 47 dan 50.

”Jika dua pasal itu dicabut, perkara kekerasan seksual pada anak akan ditangani menggunakan UU Perlindungan Anak,” ujar Syahrul.

Syahrul menambahkan, dalam konteks perlindungan anak, Qanun Jinayat memiliki banyak kelemahan, seperti tidak mengatur restitusi, tidak ada pemberatan hukuman terhadap pelaku, dan tidak ada jaminan perlindungan jangka panjang bagi korban.

Riswati mengatakan, dalam beberapa perkara kekerasan seksual pada anak yang disidang oleh Mahkamah Syar’iyah, sebagian terdakwa malah divonis bebas.

Pada awal Oktober 2021, misalnya, Mahkamah Syar’iyah Aceh membebaskan SUF (45), terdakwa pemerkosa anak kandung. Hakim menafikan bukti visum et repertum, keterangan dokter, dan keterangan psikolog

”Kami mendesak pemerintah untuk mengembalikan penanganan perkara kekerasan seksual pada anak kepada pengadilan negeri menggunakan UU Perlindungan Anak,” ujar Riswati.

Sebelumnya, Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Muhammad Yunus menuturkan, saat ini pihaknya menunggu dokumen dari lembaga masyarakat sipil perihal poin-poin usulan revisi. Yunus menginginkan revisi memberatkan hukuman bagi pelaku serta menjamin hak dan perlindungan bagi korban.

”Revisinya bisa dicabut atau dipertegas. Salah satunya pasal tentang kekerasan seksual pada anak,” tuturnya. 

Baca Juga: Kronologi Korban Percobaan Pemerkosaan di Aceh Ditolak Lapor Polisi karena Belum Vaksin

 



Sumber : Kompas TV/Kompas.id

BERITA LAINNYA



Close Ads x