Kompas TV nasional peristiwa

Apa Itu La Nina? Fenomena Alam Penyebab Tingginya Curah Hujan di Indonesia

Kompas.tv - 18 Oktober 2021, 23:17 WIB
apa-itu-la-nina-fenomena-alam-penyebab-tingginya-curah-hujan-di-indonesia
Ilustrasi curah hujan tinggi yang disebabkan fenomena La Nina. (Sumber: scroll.in)
Penulis : Nurul Fitriana | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV - BMKG menyatakan saat ini Indonesia sedang mengalami fenomena La Nina yang diprediksi akan berlangsung mulai Oktober hingga Februari 2021.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menegaskan, La Nina bukanlah badai tropis. Itu disebabkan karena keduanya memiliki sifat yang berbeda.

"La Nina bukan badai tropis, La Nina sifatnya global dan regional serta berlangsung lama. Sedangkan badai tropis hanya (berlangsung) beberapa hari tidak sampai satu bulan ada kecepatan angin dan hujan lebat," kata Dwikorita dalam konferensi pers BMKG secara daring, Senin (18/10/2021).

Apa itu La Nina?

La Nina adalah fenomena alam yang dikontrol oleh perbedaan suhu muka air laut antara samudera pasifik bagian tengah timur dengan wilayah perairan Indonesia.

Nama La Nina diambil dari bahasa Spanyol yang berarti gadis kecil. Fenomena ini merupakan kebalikan dari fenomena El Nino yang menyebabkan panas di Indonesia.

Saat terjadinya La Nina, udara jadi terasa lebih dingin atau mengalami curah hujan yang lebih tinggi.

Baca Juga: Waspada Dampak La Nina, BMKG: Mulai dari Longsor, Banjir hingga Angin Puting Beliung

Bahkan, La Nina menjadi salah satu faktor yang menyebabkan musim hujan di Indonesia terjadi, selain angin muson.

Menurut mantan rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) ini, La Nina membawa massa udara dari Samudera Pasifik ke Perairan Indonesia yang memicu terjadinya awan hujan. Oleh karena itu, La Nina berbeda dengan badai tropis yang membawa sirkulasi angin yang kencang.

Proses Terjadinya La Nina

Seperti dijelaskan Dwikorita dalam konferensi pers BMKG, fenomena La Nina terjadi karena Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan hingga di bawah suhu normal.

Dilansir dari laman resmi BMKG, pendinginan ini berpotensi mengurangi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah.

Selain itu, angin pasat (trade winds) berembus lebih kuat dari biasanya di sepanjang Samudera Pasifik dari Amerika Selatan ke Indonesia. Hal ini menyebabkan massa air hangat terbawa ke arah Pasifik Barat.

Karena massa air hangat berpindah tempat, maka air yang lebih dingin di bawah laut Pasifik akan naik ke permukaan untuk mengganti massa air hangat yang berpindah tadi. Hal ini disebut upwelling dan membuat SML turun.



Sumber : Kompas TV/BMKG

BERITA LAINNYA



Close Ads x