Kompas TV nasional peristiwa

Polda Sulsel Nilai Istilah "Pemerkosaan Anak" Keliru dalam Kasus di Luwu Timur

Kompas.tv - 8 Oktober 2021, 22:57 WIB
polda-sulsel-nilai-istilah-pemerkosaan-anak-keliru-dalam-kasus-di-luwu-timur
Ilustrasi penghentian proses penyelidikan oleh polisi dalam kasus kekerasan seksual di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. (Sumber: (Project M/Muhammad Nauval Firdaus - di bawah lisensi Creative Commons BY-NC-ND 2.0))
Penulis : Ahmad Zuhad | Editor : Vyara Lestari

MAKASSAR, KOMPAS.TV - Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) Kombes E Zulpan menolak menyebut ada pemerkosaan anak oleh ayahnya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Hal itu menanggapi viralnya pemberitaan kasus pemerkosaan tiga anak berusia di bawah 10 tahun.

“Saya rasa kita keliru kalau menggunakan kata ‘pemerkosaan’ karena ini anak pertama masih umur 7 tahun, yang kedua 5 tahun, yang ketiga 3 tahun,” ujar Zulpan kepada Kompas TV, Jumat (8/10/2021).

Zulpan memilih menyebut kasus itu sebagai pencabulan. Namun, ia juga menyebut tidak ada bukti cukup untuk memastikan kebenaran kasus pemerkosaan anak itu.

“Benar pada tanggal 9 Oktober 2019 ada pengaduan yang dilaporkan oleh ibu korban pada Polres Luwu Timur. Pengaduannya adalah adanya pencabulan yang dilakukan suaminya atau ayah kandung daripada ketiga anak tersebut,” kata Zulpan seraya menyebut inisial ibu korban. 

Baca Juga: Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi, Polisi Menghentikan Penyelidikan

“Kita sudah mengambil keterangan dari anak-anak itu sendiri bahwa tidak ada, katakanlah, masuknya alat kelamin bapaknya ke dalam alat kelamin anaknya,” imbuhnya.

Ia menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan visum di Puskesmas Malili, Luwu Timur dan Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.

“Sehingga kita tidak bisa mengatakan perkosaan. Pencabulan pun di dalam visum et repertum yang telah dilakukan dua kali ini tidak terbukti,” ucap Zulpan.

Menurutnya, bukti visum itu sudah dilengkapi dengan berita acara pemeriksaan (BAP) dan sumpah jabatan dokter yang melayani visum.

Hasil visum dari Polres Luwu Timur ini bertolak belakang dari visum mandiri dari pihak korban. Pemberitaan Project Multatuli merinci, ada beberapa diagnosis dari visum di sebuah puskesmas di Luwu Timur yang memperkuat laporan pemerkosaan anak itu.

“Dalam surat rujukan hasil visum itu tertulis diagnosis internal thrombosed hemorrhoid + child abuse. Kerusakan pada bagian anus akibat pemaksaan persenggamaan,” tulis pemberitaan Project Multatuli.

“Diagnosis lain menulis abdominal and pelvic pain. Kerusakan pada organ vagina akibat pemerkosaan.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x