Kompas TV regional peristiwa

Kronologi Laporan Dugaan Kasus Ayah Perkosa 3 Anak Diabaikan Polisi

Kompas.tv - 8 Oktober 2021, 12:37 WIB
Penulis : Reny Mardika

KOMPAS.TV - Dugaan pengabaian polisi terhadap kasus pemerkosaan tiga anak oleh ayah kandungnya yang merupakan aparatur sipil negara di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, menjadi sorotan.

Kasus ini membuat geram publik setelah diungkap oleh projectmultatuli.org yang sempat tak bisa diakses karena serangan siber.

9 Oktober 2019 lalu, Lydia, bukan nama sebenarnya, mendatangi Mapolres Luwu Timur membawa sejumlah bukti berupa foto hingga video serta diagnosis awal hasil pemeriksaan puskesmas terhadap luka di tubuh anak-anaknya.

Lidya melaporkan mantan suaminya karena diduga tega memerkosa ketiga anak kandung mereka yang belum berusia 10 tahun.

Namun, upaya Lidya mencari keadilan hingga saat ini belum berhasil. Pelaku yang merupakan ayah kandung para korban, seorang aparatur sipil negara dan punya posisi di kantor pemerintahan daerah, masih bebas.

Proses penyelidikan kasus ini diduga kuat penuh manipulasi dan konflik kepentingan. Hanya dua bulan sejak Lidya membuat pengaduan, polisi menghentikan penyelidikan.

Dugaan pengabaian polisi ini diungkap oleh projectmultatuli.org dalam artikel investigasinya yang berjudul “3 Anak Saya Diperkosa”.

Artikel ini direpublikasi oleh kulturnativ.com dan sejumlah media lain sebagai bentuk solidaritas karena laman aslinya tak bisa diakses karena serangan siber setelah liputan investigasi ini terbit Selasa lalu.

Di akun Instagramnya, @humasreslutim, Polres Luwu bahkan melabeli liputan investigasi ini sebagai hoaks hingga membuat warganet geram. Polisi mengklaim, tak ada bukti kuat hingga penyelidikan dihentikan.

“Tidak ditemukan bukti yang cukup adanya tindak pidana cabul sebagaimana yang dilaporkan. Hasil pemeriksaan atau visum et Repertum di Puskesmas Malili, tidak tampak ada kelainan, luka lecet, atau tanda-tanda kekerasan pada dubur atau anus ketiga anak tersebut. Laporan hasil asesmen P2TP2A Kabupaten Luwu Timur, tidak ada tanda-tanda trauma pada ketiga anak tersebut kepada ayahnya karena setelah sang ayah datang di kantor P2TP2A, ketiga anak tersebut menghampiri dan duduk di pangkuan ayahnya,” kata Kapolres Luwu Timur, AKBP Silvester Simamora, seperti dikutip dari detik.com.

Padahal hasil pemeriksaan fisik ketiga korban dari sebuah puskesmas yang dibawa sang ibu menunjukkan hal berbeda.

Dalam tiga dokumen diagnosis awal puskesmas terhadap masing-masing anak yang digunakan sebagai rujukan ke rumah sakit ini, tertulis kerusakan anus akibat pemaksaan persenggamaan, kerusakan vagina akibat pemerkosaan, peradangan pada vagina, dan susah buang air besar.

Namun, bukti-bukti diagnosis awal, dokumentasi foto dan rekaman video serta hasil pemeriksaan ke rumah sakit ini diabaikan oleh Penyidik Polres Luwu Timur.

Kepada projectmultatuli.org, ibu korban berkisah, pada 9 Oktober 2019 polisi mengantarkan ketiga anaknya untuk visum tanpa pendampingan.

Kemudian ketiganya dimintai keterangan oleh penyidik berseragam tanpa didampingi ibunya, penasihat hukum, maupun pekerja sosial, atau psikolog.

Ibu korban pun diminta menandatangani berita acara pemeriksaan tersebut tapi dilarang membacanya terlebih dahulu.

Kondisi kesehatan mental ibu korban juga diduga dipakai untuk mendelegitimasi laporan pemerkosaan terhadap ketiga anak tersebut. Hasil pemeriksaan psikiatri terbit 11 November 2019, ibu korban disebut memiliki gejala-gejala waham bersifat sistematis yang mengarah gangguan waham menetap.  

Demi mencari keadilan, Desember 2019, ibu korban pun mengadu ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TPP2PA) Makassar. Lembaga Bantuan Hukum Makassar pun melihat kejanggalan penanganan kasus ini.

Mabes Polri kini membuka peluang penyelidikan kasus ini kembali dibuka setelah menjadi viral di media sosial.

Komnas Perempuan, Lembaga Bantuan Hukum Makassar, dan Kementerian Perempuan dan Anak, menuntut polisi agar penyelidikan kasus pemerkosaan anak ini kembali dibuka.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x