Kompas TV bisnis kebijakan

Pengemplang Pajak di Indonesia Dapat Keringanan Sanksi dan Tak Dipidana, Enak Kan?

Kompas.tv - 8 Oktober 2021, 00:05 WIB
pengemplang-pajak-di-indonesia-dapat-keringanan-sanksi-dan-tak-dipidana-enak-kan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly saat rapat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta (Sumber: kompas.com)
Penulis : Dina Karina | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV- Perubahan sanksi bagi para penunggak pajak jadi salah satu poin dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang baru disahkan dalam paripurna DPR, Kamis (7/10/2021).

UU HPP memberikan keringanan bagi para pengemplang pajak, lewat potongan denda dan sanksi administrasi yang lebih rendah.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, sanksi yang dipotong itu sudah sesuai. Sanksi ini, imbuhnya, telah diselaraskan dengan moderasi sanksi administrasi dalam UU Cipta Kerja.

Ada beberapa pemotongan sanksi bagi para wajib pajak yang menunda atau tidak membayar pajak sesuai ketentuan. Pertama, diturunkannya sanksi administrasi dari 50 persen menjadi 30 persen bagi wajib pajak yang tidak patuh.

Baca Juga: Sri Mulyani Klarifikasi Kabar "Punya NIK Langsung Kena Pajak"

Keringanan ini didapat oleh pengemplang pajak yang diketahui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan langsung membayar pajaknya.

Selanjutnya, sanksi administrasi pajak bagi wajib pajak yang ditemukan oleh DJP tidak patuh dan tidak langsung membayarkan, sehingga dilanjutkan ke tahap pengadilan.

"Sedangkan sanksi setelah banding di Pengadilan Pajak (dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung) diturunkan dari 100 persen menjadi 60 persen dari jumlah pajak yang masih harus dibayar," kata Yasonna dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Kamis (7/10/2021).

Yasonna menambahkan, pemerintah juga tidak akan memidanakan pengemplang pajak yang tidak taat meski kasusnya sudah sampai di pengadilan. Pengemplang pajak cukup hanya mengganti kerugian negara ditambah sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Baca Juga: Ini Pengganti Rektor UI sebagai Wakil Komisaris Utama BRI

"Perubahan UU KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) mengatur tentang penegakan hukum pidana pajak yang mengedepankan ultimum remedium, melalui pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk mengganti kerugian pada pendapatan negara ditambah sanksi," ujar Yasonna.

"Walaupun kasus pidana perpajakan sudah dalam proses penuntutan di sidang pengadilan, dan tidak akan dilakukan penuntutan pidana penjara," tambahnya.

Selain keringanan sanksi bagi pengemplang pajak, pemerintah juga memberikan kemudahan bagi wajib pajak yang menyembunyikan asetnya demi menghindari kewajiban. Semua itu dipersilakan karena pemerintah butuh penerimaan pajak yang lebih besar untuk membiayai pengeluaran negara.



Sumber :

BERITA LAINNYA



Close Ads x