Kompas TV nasional politik

PAN soal Kursi Menteri: Tidak Pada Posisi Memaksa

Kompas.tv - 7 September 2021, 14:55 WIB
pan-soal-kursi-menteri-tidak-pada-posisi-memaksa
Presiden Jokowi saat menggelar pertemuan dengan para ketua umum dan sekretaris jenderal dari 7 partai koalisi pemerintah. (Sumber: Istimewa)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV- Partai Amanat Nasional (PAN) mengaku tidak memaksa untuk bisa mendapatkan porsi dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo. Meskipun, PAN sudah benar-benar berada di dalam koalisi yang mendukung setiap kebijakan pemerintah.

“PAN tidak pada posisi memaksa, menekan atau mengusulkan posisi tertentu,” kata Wakil Ketua Umum PAN Yandri Susanto di Jakarta, Selasa (7/9/2021).

Yandri mengatakan, PAN memahami perombakan kabinet merupakan kewenangan atau hak prerogatif yang hanya dimiliki Presiden.

“Kami paham reshuffle adalah hak prerogatif presiden. Walaupun beberapa waktu lalu, PAN sudah diajak ikut bergabung di partai koalisi,” ujarnya.

Baca Juga: Pengamat: Jika Ingin Reshuffle, Jokowi Harus Pastikan Menteri Baru Bisa Kerja

Terpisah Ketua Jokowi Mania, Immanuel Ebenezer membeberkan masuknya PAN dalam barisan koalisi akan membuat Presiden Jokowi melakukan reshuffle.

Seperti yang sudah terjadi, hampir semua partai pengusung saat ini mendapatkan posisi penting di pemerintahan.

Dalam keterangannya, Immanuel mengutarakan perkiraan waktu perombakan Kabinet Indonesia Maju.

“Selambat-lambatnya awal Oktober,” kata Immanuel.

Seperti diketahui, PAN sudah ditasbihkan tergabung dalam koalisi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.

Dalam aktualisasinya, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Sekjen Edhy Soeparno bahkan sudah terlibat dalam pembahasan sejumlah hal bersama Jokowi dan barisan parpol pendukung di Kompleks Istana Kepresidenan.

Baca Juga: Pengamat: Jika Ingin Reshuffle, Jokowi Harus Pastikan Menteri Baru Bisa Kerja

Namun, Zulkifli Hasan membantah ada pembahasan soal jatah menteri bagi PAN termasuk soal amandemen UUD 1945 dalam pertemuan itu.

“Tidak ada yang bahas itu (jatah menteri dan amandemen UUD 1945),” ujarnya.

Zulkifli menuturkan pembahasan yang dilakukan hanya sebatas persoalan kebangsaan.

“Jadi tidak ada bicara koalisi, apalagi reshuffle. Kemudian bicara soal pandemi yang tidak bisa diprediksi, pertumbuhan ekonomi, masalah padatnya Jakarta yang diisukan akan tenggelam dan perlunya ibu kota baru,” jelasnya.

“Sistem tata negara kita sulit sekali mengomandoi bupati/gubernur itu tidak mudah. Itu yang dibahas dan saya dimintai pandangannya.”

 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x