Kompas TV nasional politik

Ketua MPR Ungkit Amandemen Konstitusi Rekomendasi MPR Periode 2014-2019

Kompas.tv - 23 Agustus 2021, 10:21 WIB
ketua-mpr-ungkit-amandemen-konstitusi-rekomendasi-mpr-periode-2014-2019
Ketua MPR Bambang Soesatyo saat pidato di Sidang Tahunan MPR. (Sumber: Tangkapan layar Youtube DPR RI.)
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS TV - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, Badan Pengkajian MPR RI bekerjasama dengan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI sedang merampungkan kajian rencana amandemen UUD 1945. 

Naskah akademik perubahan konstitusi yang menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara itu direncanakan selesai awal tahun 2022. 

"Badan Pengkajian MPR RI yang terdiri dari para anggota DPR RI lintas fraksi dan kelompok DPD bersama sejumlah pihak terkait terus menyusun hasil kajian PPHN dan naskah akademiknya. Jadi, keliru jika ada yang mengatakan PPHN tidak pernah dibahas di Parlemen," kata pria yang karib disapa Bamsoet seperti dikutip dari situs mpr.go.id, Senin (23/8/2021). 

Baca Juga: Bambang Soesatyo soal Amandemen UUD 1945: Tidak Usah Marah-marah Apalagi Sampai Kebakaran Jenggot

Ia menjelaskan, pentingnya menghadirkan PPHN sebagai bintang arah pembangunan nasional itu, tidak muncul begitu saja. Tetapi, sudah menjadi rekomendasi MPR RI periode 2009-2014 dan MPR RI periode 2014-2019. 

Rekomendasi mengusulkan amandemen terbatas UUD NRI 1945 agar MPR memiliki kewenangan menetapkan pedoman pembangunan nasional seperti Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang disebut PPHN.

"MPR RI periode saat ini hanya melaksanakan rekomendasi dari MPR RI periode sebelumnya. Perlunya kehadiran PPHN ini juga telah mendapat dukungan dari Forum Rektor Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pengurus Pusat Muhammadiyah, hingga Majelis Tinggi Agama Konghucu (MATAKIN), serta sejumlah kampus di Indonesia," ujarnya. 

Politikus Partai Golkar itu menyebut, bentuk hukum yang ideal bagi PPHN adalah melalui ketetapan MPR. Bukan melalui undang-undang yang masih dapat diajukan judicial review melalui Mahkamah Konstitusi. 

Baca Juga: 2 Partai Setuju, 6 Menolak, PDIP Galau, Bagaimana Nasib Kelanjutan Amandemen UUD 1945?

Karena PPHN adalah produk kebijakan yang berlaku periodik, dan disusun berdasarkan dinamika kehidupan masyarakat, serta bersifat direktif, maka materi PPHN tidak mungkin dirumuskan dalam satu pasal atau satu ayat saja dalam konstitusi.

“Pemilihan Ketetapan MPR sebagai bentuk hukum yang ideal bagi PPHN, mempunyai konsekuensi perlunya perubahan dalam konstitusi atau amandemen terbatas UUD RI 1945," kata dia. 

Ia menyebut, sekurang-kurangnya nantinya terdapat dua pasal dalam UUD 1945 yang akan ditambahkan. Di antaranya penambahan 1 ayat pada pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN.

"Serta penambahan ayat pada pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN,” kata Bamsoet.

Ia mengaku setelah kajian PPHN selesai, pimpinan MPR RI akan lobi politik dengan para pimpinan partai, kelompok DPD dan para pemangku kepentingan lainnya. 

Tujuannya, untuk membangun kesepahaman kebangsaan tentang pentingnya Indonesia memiliki PPHN sebagai bintang penunjuk arah pembangunan bangsa dalam jangka panjang.

Baca Juga: Singgung Amandemen, Bamsoet Sebut UUD 1945 Bukan Kitab Suci dan Butuh Penyempurnaan

"Apabila semua pimpinan partai politik sudah sepaham serta sepakat dan menugaskan anggotanya untuk mengajukan dukungan tanda tangan sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR yang terdiri dari DPR dan DPD, barulah pimpinan MPR RI akan mengurus teknis administrasi pengajuan usul amandemen UUD NRI Tahun 1945 sesuai pasal 37 UUD RI 1945, yang hanya fokus pada penambahan dua pasal. Sehingga, amandemen terbatas tidak akan mengarah kepada hal lain diluar PPHN," jelas Bamsoet.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x