Kompas TV nasional hukum

Koalisi Guru Besar Antikorupsi Minta Pimpinan KPK Lantik 75 Pegawai Tak Lolos TWK

Kompas.tv - 27 Juli 2021, 11:08 WIB
koalisi-guru-besar-antikorupsi-minta-pimpinan-kpk-lantik-75-pegawai-tak-lolos-twk
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan (kanan) berjalan usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5/2021). Perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dengan didampingi beberapa lembaga hukum melakukan pengaduan terkait dugaan pelanggaran HAM pada asesmen TWK. (Sumber: ANTARAFOTO)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk taat hukum dan melantik 75 pegawai yang dinilai tidak lolos dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Berdasarkan temuan Ombudsman, terbukti penyelenggaraan TWK untuk pegawai KPK sarat akan permasalahan, mulai dari praktik maladministrasi, penyalahgunaan wewenang, bahkan berpotensi melanggar hukum pidana.

Demikian Azyumardi Azra mewakili Koalisi Guru Besar Antikorupsi menyampaikan melalui keterangan tertulis, Selasa (27/7/2021).

“Berkenaan dengan temuan Ombudsman atas penyelenggaraan TWK, maka Koalisi Guru Besar Antikorupsi merasa penting untuk menyerukan agar Pimpinan KPK segera melantik 75 pegawai menjadi aparatur sipil negara,” ujarnya.

Baca Juga: Novel Baswedan: Keputusan Dewas Tak Lanjutkan Dugaan Pelanggaran Etik Firli Cs Berbahaya untuk KPK

Selain itu, kata Azyumardi Azra, Koalisi Guru Besar Antikorupsi menilai KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak kompeten sebagai penyelenggara TWK. Mirisnya, TWK yang sejatinya melanggar hukum itu tetap saja dipaksakan oleh Pimpinan KPK.

“Sehingga, hal tersebut mengakibatkan roda kerja KPK, khususnya bagian penindakan, tidak lagi berjalan maksimal,” ujarnya.

“Sebab, diantara 75 pegawai nonaktif, terdapat sejumlah penyelidik maupun penyidik yang sedang menangani perkara besar,” lanjut Azyumardi Azra.

Seperti halnya korupsi bansos, ekspor benih lobster, KTP-Elektronik, skandal pajak, dan perkara-perkara lainnya. Ironisnya lagi, TWK pegawai KPK juga terkesan mengkerdilkan makna kebangsaan itu sendiri.

“Berdasarkan pengakuan dari sejumlah pegawai non aktif, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan justru melanggar hak asasi manusia,” katanya.

Baca Juga: Seorang Anggota Dewas KPK Dituding Terlibat Pembuatan Surat Penonaktifan 75 Pegawai

“Sangat janggal, seluruh pegawai malah ditanyakan tentang kehidupan pribadi, keyakinan, bahkan juga menyasar pada indikasi pelecehan perempuan dan rasis untuk kelompok tertentu. Ini semakin menunjukkan rendahnya kualitas penyelenggara TWK itu sendiri,” tegas Azyumardi Azra.

Menurut Azyumardi Azra, temuan Ombudsman itu sebenarnya tidak mengejutkan banyak pihak lagi. Terutama sejak perubahan UU KPK dan pergantian Pimpinan KPK, lembaga antirasuah itu memang kerap menimbulkan kontroversi dan memperlihatkan penurunan performa dibandingkan dengan periode sebelumnya.

“Poin ini pun dapat merujuk pada rendahnya tangkap tangan sepanjang tahun 2020, ketidakberdayaan meringkus buronan, penghentian penyidikan perkara besar, hingga terlalu banyak memperlihatkan gimik politik,” katanya.

“Melihat hal ini, menjadi wajar jika performa Indonesia dalam indeks persepsi korupsi merosot tajam berdasarkan temuan Transparency International,” lanjut Azyumardi Azra.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x