Kompas TV nasional berita utama

ICW Sebut BUMN dan Perusahaan Privat Berpotensi Untung Rp17,2 Triliun dari Vaksinasi Berbayar

Kompas.tv - 13 Juli 2021, 22:53 WIB
icw-sebut-bumn-dan-perusahaan-privat-berpotensi-untung-rp17-2-triliun-dari-vaksinasi-berbayar
Ilustrasi vaksin Covid-19 (Sumber: Shutterstock.com)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan ada potensi keuntungan bagi BUMN dan perusahaan privat hingga Rp17,2 triliun dari vaksinasi berbayar.

Hal tersebut terlihat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4643/2021.

Dalam keputusan Menteri Kesehatan tertera bahwa harga pembelian vaksin produksi Sinopharm adalah Rp321.660 per dosis, dan tarif layanan sebesar Rp 117,910 per dosis. Dengan dua kali dosis, maka pembeli harus membayar Rp879.140.

Demikian Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulis, Selasa (13/7/2021).

“Pada November 2020, Budi Gunadi Sadikin yang ketika itu masih menjabat sebagai Wakil Menteri BUMN menyebut, Kementerian BUMN mendapat tugas untuk mendistribusikan 172,61 juta dosis vaksin. Melalui hitung-hitungan kasar kita dapat melihat keuntungan besar yang akan didapat oleh Kimia Farma,” beber Kurnia Ramadhana.

“Apabila penjualan dua dosis vaksin mendapat keuntungan Rp100.000, maka keuntungan yang didapat adalah Rp17,2 triliun,” lanjutnya.

Tak hanya itu, Kurnia menuturkan perusahaan-perusahaan non-BUMN juga akan diuntungkan dengan adanya keputusan tersebut. Sebagai contoh, PT Mahaka Media Tbk, perusahaan yang terafiliasi dengan Menteri BUMN Erick Thohir memiliki 721 karyawan (2018).

Baca Juga: KPK Sarankan Kemenkes Batalkan Program Vaksinasi Berbayar, Ini Alasannya

“Apabila disimulasikan, untuk satu karyawan, perusahaan tersebut diharuskan membayar dosis vaksin untuk sekaligus tiga orang (suami/istri/1 orang anak) dengan besaran total Rp 1,9 milyar (Rp 879.140 x (721 x 3). Perusahaan privat dapat menyerahkan kewajiban vaksinasi kepada individu untuk menghilangkan beban,” jelasnya.

“Angka-angka diatas menunjukkan bisnis vaksin sangatlah menguntungkan. Baik bagi PT Kimia Farma yang mendapat keuntungan yang besar, atau perusahaan non-BUMN yang kehilangan beban untuk membayar,” tambahnya.

Kurnia menuturkan ICW sejak awal sudah meyakini jika vaksinasi Covid-19 memang sudah ditarget untuk menjadi lahan bisnis.

“Sejak mula, vaksinasi memang sudah ditargetkan untuk menjadi lahan bisnis. Vaksinasi berbayar bagi individu/perorangan sempat mencuat pada akhir tahun 2020 lalu,” kata Kurnia Ramadhana.

“Akan tetapi karena mendapat penolakan yang meluas, pemerintah memutuskan vaksin diberikan gratis kepada seluruh warga,” tambahnya.

Namun, sambung Kurnia, dalam cermat ICW keputusan itu lalu secara perlahan berubah. Sejak Desember 2020, Permenkes mengenai Pelaksanaan Vaksinasi berubah sebanyak 3 kali.

“Yakni Permenkes no 10/2021, Permenkes no 18/2021, dan Permenkes no 19/2021,” jelas Kurnia.

Bagi ICW perubahan Permenkes ini menunjukkan adanya inkonsistensi pemerintah dalam mengatur ketentuan vaksinasi. Sehingga mengindikasikan adanya kepentingan bisnis dalam melaksanakan vaksinasi.

Baca Juga: Kemenkes Sebut Vaksinasi Gotong Royong Tak Gunakan Vaksin Sinopharm Hasil Hibah Covax

“Ikut diduga terdapat praktik perburuan rente dalam hal tersebut. Praktik perburuan rente tersebut lantas dituangkan dalam bentuk kebijakan publik,” ujar Kurnia.

“Lagi-lagi negara dibajak oleh kepentingan bisnis. Oleh karena itu kebijakan vaksin berbayar harus segera dibatalkan,” tambahnya.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x