Kompas TV nasional kesehatan

Pandemi Bisa Pengaruhi Resiliensi Orang Indonesia, Berikut Studi Psikologinya

Kompas.tv - 10 Juli 2021, 16:51 WIB
pandemi-bisa-pengaruhi-resiliensi-orang-indonesia-berikut-studi-psikologinya
Ilustrasi resiliensi . (Sumber: PIXABAY)
Penulis : Aryo Sumbogo | Editor : Fadhilah

JAKARTA, KOMPAS.TV - Dalam situasi yang serba tidak menentu seperti pandemi Covid-19 seperti saat ini, kemampuan resiliensi atau bertahan dalam keadaan yang sulit menjadi hal yang sangat penting untuk dilatih.

Sayangnya, secara umum, rata-rata orang Indonesia memiliki tingkat resiliensi yang masih tergolong rendah. Ketika tertekan dan terpukul oleh situasi, banyak di antara mereka cenderung tidak tahan dan pesimis melihat masa depan.

Hal itu sesuai dengan hasil studi berjudul Resiliensi Orang Indonesia, yang dipaparkan pada webinar dalam rangkaian acara peringatan Dies Natalis Fakultas Psikologi Univeristas Indonesia (UI), Sabtu (10/7/2021).

Ketua tim peneliti studi tersebut, Rocky Hatibie, menyatakan bahwa orang Indonesia sebetulnya terlihat mampu mempertahankan kondisi kesehatan mentalnya saat berada di situasi yang tak menentu.

Baca Juga: Studi Oxford: Penderita Covid-19 juga Alami Gangguan Kesehatan Mental Seperti Depresi dan Kecemasan

"Namun, jika situasi sulit dan menekan berlangsung berkepanjangan, kondisi resiliensi yang rendah ditambah adanya gangguan mental yang dirasakan seperti depresi, maka akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan mental seseorang juga," kata Rocky.

Di samping itu, peneliti utama dalam tim tersebut, Bagus Takwin, menjabarkan temuan lain dalam studi mereka terkait gangguan-gangguan mental yang dapat menurunkan kesehatan jiwa.

Seperti kesulitan berkonsentrasi, mengambil keputusan, dan menyelesaikan masalah, hingga tidak merasa puas dengan apa yang dijalani.

"Hal-hal ini perlu diwaspadai karena jika gangguan mental berlangsung terus-menerus, maka akan menurunkan kesehatan mental dan memunculkan gangguan mental lainnya," ujar Bagus.

Baca Juga: Stop di Kamu! Ini Dampak Psikologis Paparan Konten Sadis Seperti Foto dan Video Bom Makassar

Selain itu, berdasarkan data dari 5.817 responden berusia 18 hingga 82 tahun, diketahui bahwa mahasiswa menjadi kelompok dengan rata-rata resiliensi paling rendah. Begitu juga dengan guru dan ibu rumah tangga.

Sementara, jika melihat persentase jumlah orang yang memiliki resiliensi rendah, pekerja informal memiliki angka yang paling tinggi dibanding kelompok pekerjaan lainnya.

Sedangkan, kelompok profesional masih tergolong lebih baik dibanding kelompok lain, dengan kelompok dosen jadi yang paling tinggi tingkat resiliensinya.

Kendati demikian, yang tak boleh terlewatkan dari hasil penelitian tersebut adalah temuan bahwa afek positif sebagai faktor yang paling berpengaruh pada resiliensi seseorang.

Baca Juga: Jaga dan Kenali Kesehatan Mental di Balik Panic Buying

Afek positif adalah kecenderungan seseorang untuk mengalami emosi positif, serta berinteraksi dengan orang lain dan mengatasi tantangan hidup secara positif.

Artinya, semakin sering seseorang mengalami afek atau emosi positif, maka semakin baik pula resiliensinya. Semakin tinggi kesehatan mental dan kepuasan hidup seseorang, semakin tinggi pula resiliensinya.

Sehingga, dalam situasi yang berat seperti pandemi saat ini, seseorang sangat mungkin memiliki resiliensi yang rendah walau ia tetap merasa puas dengan hidupnya.

“Harapan kami, hasil penelitian ini dapat menjadi suatu bahan intervensi dari berbagai stakeholder guna meningkatkan ketangguhan kita sebagai bangsa. Ini merupakan salah satu upaya dunia pendidikan," tutup Dekan Fakultas Psikologi UI, Tjut Rifameutia Umar Ali.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x