Kompas TV bisnis kebijakan

Sri Mulyani Ungkap Perusahaan Digital Rela Pindah Negara Demi Hindari Pajak

Kompas.tv - 16 Juni 2021, 16:12 WIB
sri-mulyani-ungkap-perusahaan-digital-rela-pindah-negara-demi-hindari-pajak
Ilustrasi pajak perusahaan digital. (Sumber: SHUTTERSTOCK)
Penulis : Dina Karina | Editor : Zaki Amrullah

JAKARTA, KOMPAS.TV- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap modus perusahaan raksasa teknologi menghindari pajak. Mereka memilih pindah ke negara-negara surga pajak yang menerapkan pajak minimum untuk korporasi.

"Seluruh dunia memahami sesudah Covid-19, semua ikhtiar untuk menaikkan pajak. Namun perusahaan-perusahaan ini mudah sekali menghindari pajak," kata Sri Mulyani dalam webinar BPK RI, Selasa (15/06/2021).

"Terutama Amerika Serikat dan Eropa itu ke Irlandia Utara. Karena itu dia (Irlandia) hampir nol persen pajak korporasinya," tambahnya.

Oleh karena itu, lanjut Sri Mulyani, para menteri keuangan dari negara-negara anggota G7 sepakat menetapkan tarif pajak penghasilan (PPh) bagi korporasi multinasional minimal 15 persen. Perusahaan yang akan dikenakan aturan ini adalah korporasi besar berbasis teknologi seperti Google, Apple, Amazon, dan Facebook.

Baca Juga: Ekonom Curiga, Pajak Dirongrong Belanja Senjata Rp 1.800 Triliun | B-TALK (2)

Lantaran, perusahaan-perusahaan tersebut selama ini hanya membayar pajak di negara kantor pusat mereka berada atau di negara tempat mereka mendirikan data server. Padahal, mereka mendapatkan penghasilan dari penjualan dari seluruh dunia.

"Makanya sekarang G7, Presiden AS Joe Biden bertemu pertama kali dengan Janet Yellen. Mereka menyepakati harus ada minimal tarif pajak. Dia gunakan angka 15 persen," tutur Sri Mulyani.

Pemerintah Indonesia pun berencana mengangkat isu tersebut dalam pertemuan G20 yang akan digelar di tanah air tahun depan.

"Ini yang kami dengan Dirjen Pajak menyiapkan hal itu, debatnya negosiasi secara Internasional akan menyangkut omzet, persentase yang boleh dibagi, threshold-nya. Kita punya daya tawar, tapi juga memperjuangkan," terang Sri Mulyani.

Baca Juga: Sosialisasi PPN Sembako, Ditjen Pajak Kirim Email ke 13 Juta Wajib Pajak

Saat ini, Indonesia baru menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen atas transaksi yang dilakukan perusahaan digital luar negeri yang beroperasi di Indonesia atau transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Hingga 1 Juni 2021, sudah ada 73 perusahaan yang ditunjuk Kemenkeu sebagai pemungut PPN PMSE. Dalam aturannya, konsumen yang membeli produk digital dari mereka dikenakan PPN 10 persen dari harga sebelum pajak.

Pungutan PPN itu harus dicantumkan pada kuitansi atau tagihan sebagai bukti. Sedangkan untuk marketplace yang merupakan wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemungut, pengenaan PPN hanya atas penjualan produk digital oleh penjual luar negeri yang menjual melalui marketplace tersebut.

Penerimaan pajak dari konsumsi barang/jasa dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) memang cukup lumayan. Sejak Januari-April tahun ini, jumlahnya mencapai mencapai Rp1,89 triliun.

Jumlah itu naik signifikan dibanding setoran PPN PMSE 2020 yang sebesar Rp731,3 miliar. PPN PMSE diberlakukan sejak Juli 2020. Sejumlah perusahaan besar yang telah masuk daftar pemungut PPN PMSE adalah Google, Amazon, Netflix, Spotify, Zoom, LinkedIn, Facebook, Apple, dan TikTok.
 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.