Kompas TV internasional kompas dunia

Sengketa Tanah Berkembang Jadi Bentrokan Berdarah di Sudan, Sedikitnya 36 Tewas

Kompas.tv - 8 Juni 2021, 04:10 WIB
sengketa-tanah-berkembang-jadi-bentrokan-berdarah-di-sudan-sedikitnya-36-tewas
Sejumlah pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Sudan. (Sumber: AFP via Africa News)
Penulis : Vyara Lestari | Editor : Gading Persada

DARFUR, KOMPAS.TV – Bentrokan antarsuku terjadi pada akhir pekan lalu antara kelompok Arab dan non-Arab di kawasan Darfur di barat Sudan. Bentrokan ini menewaskan sedikitnya 36 orang.

Melansir Associated Press pada Senin (7/6/2021), bentrokan pecah di Provinsi Darfur Selatan antara suku Arab, Taaisha dan suku non-Arab, Falata. Mengutip kantor berita Sudan SUNA, bentrokan ini juga melukai sedikitnya 32 orang.

Tentara diterjunkan untuk mengatasi bentrokan di area Um Dafuk di barat ibukota Provinsi Darfur Selatan di Nyala. Area itu merupakan perbatasan dengan Republik Afrika Tengah. Bentrokan kemudian mereda.

Baca Juga: Bentrokan Berdarah di Darfur Sudan Telan 129 Korban Jiwa

Menurut seorang pekerja kemanusiaan yang tidak disebutkan namanya atas alasan keamanan, bentrokan itu dipicu oleh sengketa tanah antara dua suku.

Bentrokan serupa itu menimbulkan tantangan berat bagi upaya-upaya pemerintahan transisi Sudan untuk mengakhiri pemberontakan yang telah berlangsung berpuluh-puluh tahun lamanya di sejumlah area seperti di Darfur.  

Sudan kini tengah menapaki jalan rapuh menuju demokrasi setelah pemberontakan rakyat menyebabkan militer menggulingkan Presiden otokratis Omar al-Bashir pada April 2019 lalu. Al-Bashir memimpin Sudan hampir selama 3 dekade.

Baca Juga: PBB Tuntaskan Penarikan Pasukan Perdamaian Dari Darfur Sudan Bulan Juni Nanti

Sejak itu, Sudan dipimpin oleh pemerintahan gabungan militer dan sipil, yang tengah berjuang mengakhiri perang sipil yang telah berlangsung puluhan tahun lamanya dan kondisi perekonomian yang terpuruk.

Konflik Darfur dimulai pada tahun 2003 saat etnis Afrika memberontak, menuding bahwa pemerintahan di Khartoum yang didominasi oleh etnis Arab, melakukan diskriminasi.

Pemerintah dituding telah membalas dengan mempersenjatai suku-suku nomaden Arab setempat dan melepaskan milisi yang dikenal sebagai janjaweed terhadap warga sipil. Pemerintah membantah tudingan itu.

Baca Juga: Mengenal Letkol Revilla Oulina, Prajurit TNI Wanita Pertama yang Jadi Komandan Pasukan PBB di Sudan

Al-Bashir sendiri menghadapi dakwaan internasional atas genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait konflik Darfur.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x