Kompas TV regional kesehatan

Temuan Terkait Penambangan Emas Tanpa Izin Bisa Sebabkan Gatal-Gatal

Kompas.tv - 3 Juni 2021, 22:27 WIB
temuan-terkait-penambangan-emas-tanpa-izin-bisa-sebabkan-gatal-gatal
Air menggenang di galian tambang emas tanpa izin di kawasan Cagar Alam Panua, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, Oktober 2020. (Sumber: Kompas.id/DOKUMEN AMSURYA WARMAN AMSA)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Hariyanto Kurniawan

MANADO, KOMPAS.TV – Burung perairan di muara Sungai Randangan dan Taluduyunu, seperti cekakak sungai (Todirhamphus chloris) dan itik benjut (Anas gibberifrons), terpapar merkuri dengan akumulasi antara 0,096 part per million (ppm) dan 2,345 ppm.

Hulu sungai yang menjadi sumber pengairan sawah itu berada di daerah penambangan emas tanpa izin (PETI).

Hal tersebut merupakan hasil penelitian dari tim dosen Jurusan Universitas Negeri Gorontalo yang dipimpin Ramli Utina pada tahun 2015.

Manajer Program Burung Indonesia di Gorontalo, Amsurya Warman Amsa, mengatakan, fenomena ini bisa jadi menunjukkan PETI bisa berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat, bukan hanya hutan dan satwa yang tinggal di dalamnya. Perangkat pemerintahan pun kerap tampak tak berdaya di hadapan PETI.

Diketahui sebelumnya, petani di Kecamatan Buntulia dan Duhiadaa melaporkan menderita gatal-gatal selama beberapa pekan terakhir usai bertani. Hal tersebut diduga karena air yang tercemar aktivitas penambangan emas tanpa izin di wilayah Gunung Pani, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo masuk ke sawah.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pohuwato Bahari Gobel mengatakan telah mengambil sampel air dari sawah di Buntulia dan Duhiadaa, lalu mengirimnya ke laboratorium kesehatan di Kota Gorontalo dan Manado. Langkah ini diambil setelah 13 petani melaporkan gatal-gatal akhir Mei lalu.

Baca Juga: Petani Sawah di Gorontalo Derita Gatal-Gatal, Akibat Air Tercemar dari Aktivitas Penambangan Ilegal?

Bahari belum punya dugaan penyebab gatal-gatal yang terkandung dalam air di sawah. Ia pun belum punya alasan untuk menyebutnya disebabkan oleh merkuri dari PETI.

”Kami kirim ke dua laboratorium agar bisa menguji akurasinya, untuk cek silang. Tapi, butuh waktu sampai hasilnya keluar, kira-kira 2-4 minggu,” katanya.

Dia mengklaim, merkuri memang masih dipakai 10-15 tahun lalu oleh petambang liar, tetapi sudah berkurang sejak Kementerian Lingkungan Hidup membangun pusat pengolahan emas nonmerkuri di dekat lokasi PETI. Namun, ia mengakui, harus ada penelitian lebih lanjut untuk memastikannya.

”Sejauh ini sudah ada dua perusahaan tambang yang berizin di sana, tetapi aktivitasnya terhambat karena Covid-19. Ini membuka peluang bagi masyarakat untuk masuk lagi dan menambang secara ilegal. Tidak bisa dimungkiri, ini sulit untuk kami kendalikan karena di atas sana ada ribuan orang,” katanya.

Baca Juga: Tambang Emas Ilegal Longsor Usai Diguyur Hujan Deras, 7 Orang Tewas

 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.