Kompas TV nasional hukum

Gempuran Pencurian Ikan hingga Transaksi BBM Ilegal di Perairan Natuna

Kompas.tv - 21 Mei 2021, 08:37 WIB
gempuran-pencurian-ikan-hingga-transaksi-bbm-ilegal-di-perairan-natuna
Kapal aparat Badan Keamanan Laut melaju ke salah satu supertanker yang labuh jangkar di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (27/1/2021). Sebelumnya, MT Freya dan MT Horse ditangkap aparat Bakamla di perairan Kalimantan Barat, Minggu (24/1/2021). Kedua supertanker itu tertangkap tangan melakukan transaksi BBM secara ilegal. (Sumber: Kompas.id/ Pandu Wiyoga)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Iman Firdaus

PONTIANAK, KOMPAS.TV – Hingga Mei tahun 2021, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menahan 92 kapal asing yang menangkap ikan secara ilegal di wilayah perairan Indonesia. Namun, bukan hanya masalah pencurian ikan yang terjadi di perairan Indonesia, tetapi juga kasus transfer minyak ilegal dari kapal supertanker.

Sebelumnya, KKP menahan enam kapal berbendera Vietnam yang menangkap ikan di perairan Natuna Utara, Minggu (16/5/2021). Jumlah tangkapan dalam sekali operasi itu yang terbesar pada tahun ini, dilansir dari Kompas.id (21/5/2021).

Transfer Minyak Ilegal

Sementara itu, dari Kepulauan Riau, majelis hakim Pengadilan Negeri Batam kemarin menunda pembacaan putusan perkara transfer minyak ilegal dari kapal supertanker berbendera Iran ke supertanker berbendera Panama.

Sidang pembacaan putusan dijadwalkan ulang pada Selasa (25/5/2021).

“Perkara ini menarik perhatian nasional dan internasional, jadi kami masih bermusyawarah dan banyak hal harus kami pertimbangkan kembali,” terang Ketua Majelis Hakim David Sitorus.

Baca Juga: KKP Kembali Menangkap 6 Kapal Vietnam di Perairan Natuna

Sidang perkara transfer minyak ilegal tersebut digelar dua kali. Sidang pertama menghadirkan terdakwa nakhoda supertanker berbendera Panama MT Freya, Chen Yi Qun. Sementara sidang kedua menghadirkan terdakwa nakhoda supertanker berbendera Iran MT Horse, Mehdi Monghasemjahromi.

Supertanker MT Horse dan MT Freya ditangkap Kapal Negara (KN) Marore-322 milik Badan Keamanan Laut (Bakamla) di perairan Kalimantan Barat pada 24 Januari 2021.

Saat itu, KN Marore-322 memergoki MT Horse yang mengangkut 282.850 metrik ton minyak mentah tengah memindahkan muatannya ke MT Freya. Kedua supertanker itu dibawa ke Batam untuk menjalani proses hukum.

Menurut berkas perkara, MT Freya diketahui berangkat dari Pelabuhan Liao Ning, China, dan tiba di Singapura pada 18 Januari. Kepada otoritas pelabuhan di Singapura, MT Freya melapor akan berlayar menuju laut lepas.

Namun, di tengah jalan, Chen mendapat perintah dari pemilik kapal untuk berbelok menuju perairan Kalimantan Barat. Di sana, MT Horse telah menunggu.

Sebelumnya, MT Horse diketahui berangkat dari Pelabuhan Khark, Iran, 23 Januari. MT Horse juga singgah di Bandar Abbas, Iran, untuk menjemput tiga petugas sekuriti yang membawa 3 peti senjata api yang berisi tiga senapan AK-47, 3 senapan mesin PK, 1 pistol Colt Browning, 1 pistol suar, dan berbagai jenis amunisi.

Adapun, Komandan KN Marore-322 Letnan Kolonel Yuli Eko Prihartanto, Senin (25/1/2021), mengatakan, kedua supertanker itu mematikan sistem identifikasi otomatis (automatic identification system/AIS). Keduanya juga dinilai berusaha menyembunyikan identitas dengan menutup nama kapal dan tidak mengibarkan bendera kebangsaan. Saat itu terlihat cairan warna coklat keluar dari buritan kanan MT Freya.

”Kami mencoba berkomunikasi melalui radio, tetapi selama satu jam tidak direspons,” katanya.

Saat persidangan, terungkap bahwa terdakwa Chen ternyata memang memerintahkan anak buahnya untuk membuang limbah minyak ke laut dengan volume 2.500-3.000 meter kubik per jam tanpa menghidupkan alat penyaring minyak (oil water separator/OWS).

Dalam sidang pembacaan tuntutan pada 3 Mei, terdakwa Chen dituntut dengan hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun dan denda Rp 2,5 miliar.

Ia dinilai melanggar Pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juncto Pasal 317 juncto Pasal 193 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Adapun terdakwa Mehdi dituntut dengan hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun dan denda Rp 200 juta. Ia dinilai melanggar Pasal 317 juncto Pasal 193 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x