Kompas TV regional kriminal

Komplotan Ini Sengaja Jual Alat Rapid Test Antigen Ilegal di Semarang Karena Tergiur Untung Besar

Kompas.tv - 6 Mei 2021, 17:48 WIB
komplotan-ini-sengaja-jual-alat-rapid-test-antigen-ilegal-di-semarang-karena-tergiur-untung-besar
Gelar perkara ungkap kasus alat rapid test antigen ilegal di Ditreskrimsus Polda Jateng, Rabu (5/5/2021). (Sumber: KOMPAS.com/RISKA FARASONALIA)
Penulis : Gading Persada | Editor : Deni Muliya

SEMARANG, KOMPAS.TV- Pelaku penjual alat rapid test antigen ilegal di Kota Semarang berinsial SPM mengaku tergiur dengan keuntungan yang besar sehingga berani melakukan tindakan melanggar hukum tersebut.

Tak tanggung-tanggung, SPM yang sudah ditetapkan sebagai tersangka ini bersama komplotannya sudah beroperasi sejak 5 tahun terakhir dengan omset mencapai Rp 2,8 miliar.

Di hadapan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Jateng, tersangka SPM mengaku izin edar rapid test antigen masih dalam proses.

Dirinya sengaja menjual rapid test antigen tanpa izin edar itu karena ingin mencari keuntungan.

"Saat ini sudah menjual 20 karton rapid tes antigen," tutur SPM.

Baca Juga: Ini Cara Polisi Bongkar Penjualan Alat Rapid Test Antigen Ilegal di Semarang Beromset Rp 2,8 Miliar

Oleh polisi, tersangka dijerat pasal 197 UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang kesehatan sebagaimana diubah pasal 60 angka 10 UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Kemudian pasal 62 ayat 1 UU Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.

Sebagaimana diberitakan KompasTV sebelumnya, Kapolda Jateng, Irjen Ahmad Luthfi, mengatakan dari hasil penjualan produknya selama lima bulan, pelaku bisa meraup keuntungan sebesar Rp 2,8 miliar.

Untuk itu, pihaknya akan menindak tegas pelaku kejahatan yang sudah merugikan kesehatan masyarakat.

Baca Juga: Alat Rapid Test Antigen Ilegal Beredar di Semarang, Berlangsung 5 Bulan, Pelaku Untung Rp2,8 M

"Tentu perbandingannya lebih murah karena tidak punya izin edar. Dan ini sangat merugikan terkait dengan perlindungan konsumen ancaman hukuman bisa lima tahun. Tapi kalau UU kesehatan ancaman bisa 15 tahun dan denda sampai Rp 1,5 miliar," tegas Luthfi.

Selain disalurkan ke pembeli secara perseorangan, rapid test antigen ilegal itu juga diedarkan ke sejumlah klinik dan rumah sakit sepanjang Oktober 2020 hingga Februari 2021.

Dalam waktu satu sampai dua pekan, pelaku bisa menjual 300-400 boks rapid test antigen.

"Diedarkan di wilayah Jateng, di masyarakat umum biasa, klinik dan rumah sakit. Ini sudah merugikan tatanan kesehatan," tandas jenderal bintang dua tersebut.

Baca Juga: Polisi Grebek Layanan Rapid Test Antigen di Bandara Kualanamu



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x