Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Ekonom Indef Minta Pemerintah Tanggung PPN Barang Ritel

Kompas.tv - 29 April 2021, 09:00 WIB
ekonom-indef-minta-pemerintah-tanggung-ppn-barang-ritel
Warga di Ambon menyerbu pusat perbelanjaan Maluku City Mall sehari menjelang lebaran Idul Fitri 1441 Hijriah untuk membeli pakaian dan juga kebutuhan pokok lainnya, Sabtu (23/5/2020). (Sumber: KOMPAS.COM/RAHMAT RAHMAN PATTY)
Penulis : Dina Karina | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Untuk mendorong konsumsi masyarakat yang masih seret di tengah pandemi, Ekonom Institute of Development on Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyarankan pemerintah untuk menanggung pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen untuk barang ritel.

Bhima menilai, jika hal itu dilakukan pemerintah, dampaknya langsung terasa oleh masyarakat. Dimana harga barang menjadi lebih murah, hingga akhirnya belanja masyarakat meningkat.

"Itu harapannya kalau orang belanja di ritel makanan-minuman, itu langsung lihat di struk, ‘Wah PPN-nya kurang nih?’. Harga jual akhirnya pada tangan konsumen jadi lebih murah,” kata Bhima dalam webinar Pemulihan Ekonomi untuk Sektor UMKM Nasional, Rabu (28/04/2021).

Baca Juga: Ini Berbagai Insentif yang Dikeluarkan Pemerintah Agar THR 2021 Dibayar Penuh

Jika tidak menanggung seluruh PPN, pemerintah bisa menanggung setengahnya. Atau menurunkan  tarif PPN dari 10 persen menjadi 5 persen.

"Besarannya bisa dibahas lebih lanjut boleh pemerintah, karena berkaitan dengan rasio pajak dan defisit pemerintah, " ujar Bhima.

Namun yang penting, kebijakan itu harus dikeluarkan dalam waktu dekat. Selama ini, pemerintah memang sudah memberikan bantuan untuk mendorong daya beli dan konsumsi masyarakat. Seperti bantuan sosial dan bantuan gaji.

Baca Juga: Wow! Pemerintah Gelontorkan 500 Miliar untuk Insentif Gratis Ongkir Harbolnas

Namun untuk insentif perpajakan, pemerintah baru memberikan keringanan tarif pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk mobil, yang hanya bisa dinikmati golongan masyarakat menengah atas.

Bhima menilai, insentif perpajakan lebih banyak untuk UMKM atau badan usaha. Misalnya, penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dan penanggungan PPh untuk UMKM.

Sementara, daya beli dan kepercayaan (confidence) masyarakat untuk belanja masih belum pulih sampai ke level sebelum pandemi.

Baca Juga: Bisnis Ritel Merugi Selama Pandemi, Aprindo: Sepanjang 2020, Ada 5-6 Toko Bangkrut Setiap Hari

Berdasarkan data Bank Indonesia, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang masih belum mencapai 100 yaitu sebesar 93,4 pada Maret 2021. Meskipun, IKK Maret 2021 terus naik dibandingkan dengan IKK pada 2 bulan sebelumnya.

“Artinya masih belum fase masyarakat secara umum mau belanja. Apalagi, masih ada pembatasan sosial,” tambahnya.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x