Kompas TV nasional peristiwa

PP Muhammadiyah Tolak Perpres Miras, Presiden Jokowi Diminta Cabut atau Revisi Kebijakan

Kompas.tv - 2 Maret 2021, 13:20 WIB
pp-muhammadiyah-tolak-perpres-miras-presiden-jokowi-diminta-cabut-atau-revisi-kebijakan
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, menolak Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 yang salah salah satunya berisi pengaturan investasi miras di empat provinsi Indonesia. (Sumber: kompas.com)
Penulis : Switzy Sabandar

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menolak Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 yang salah salah satunya berisi pengaturan investasi miras di empat provinsi Indonesia. PP Muhammadiyah pun meminta Presiden Jokowi untuk mencabut atau merevisi kebijakan di dalam perpres tentang investasi miras itu.

Penolakan PP Muhammadiyah tercantum dalam empat pernyataan sikap yang dirilis, Selasa (2/3/2021). Mereka juga berencana untuk mengirimkan pernyataan sikap ini kepada Presiden Jokowi dan pimpinan DPR serta MPR.

“Pembangunan ekonomi tidak boleh bertentangan dengan agama dan budaya luhur bangsa, pembangunan ekonomi juga tidak boleh berdampak buruk pada generasi mendatang,” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.

Baca Juga: Pakar Pembangunan Sosial UGM Minta Presiden Cabut Perpres Miras, Ini Alasannya

Ia menjelaskan dalam berbagai bentuk, miras merupakan sesuatu yang haram bagi umat Islam dan haranmnya mutlak.

Menurut Haedar, jika kebijakan ini tetap dipaksakan maka harganya terlalu mahal karena bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa.

Empat pernyataan sikap PP Muhammadiyah terkait perpres tentang inevstasi miras ini dibacakan oleh Sekretaris PP Muhammadiyah, Agung Danarto. Empat poin yang dimaksud meliputi.

1. PP Muhammadiyah sangat keberatan dengan diterbitkannya Perpres Nomor 10 Tahun 2021, khususnya yang terkait dengan investasi, produksi, distribusi, dan tata niaga miras. Perpres Nomor 10 Tahun 2021 berpotensi menimbulkan masalah kesehatan, kerusakan akhlak, dan meningkatnya tindak kriminal.

“Pemerintah tidak seharusnya mengambil kebijakan yang hanya mengutamakan aspek ekonomi dengan mengesampingkan aspek-aspek budaya bangsa yang luhur dan ajaran agama karena tidak sesuai dengan Pancasila,” ucap Agung Danarto.

2. Pemerintah hendaknya mendengarkan, memahami, dan memenuhi arus terbesar masyarakat, khususnya umat Islam, yang berkeberatan dan menolak keras pemberlakuan Perpres Nomor 10 Tahun 2021.

Dalam ajaran Islam, miras (khamr) adalah zat yang diharamkan. Miras adalah pangkal berbagai kejahatan dan menimbulkan kerusakan jasmani, mental, spiritual, ekonomi, moral-sosial, akhlak, dan kerusakan lainnya.

Baca Juga: Politikus PAN Sebut Perpres Miras Menimbulkan Keresahan di Masyarakat

Sejalan dengan arus utama aspirasi umat dan masyarakat, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendesak Pemerintah untuk merevisi atau mencabut Perpres Nomor 10 Tahun 2021.

3. Pembukaan investasi di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan pertimbangan kearifan budaya lokal dapat menimbulkan masalah politik dan disintegrasi bangsa. Indonesia adalah negara kesatuan yang meniscayakan satu kesatuan hukum dan perundang-undangan.

Kekhususan pada empat provinsi tersebut -pada tingkat tertentu- menimbulkan citra negatif masyarakat setempat yang memegang teguh dan mengamalkan ajaran agama, khususnya masyarakat yang beragama Islam.

4. Mendukung usaha-usaha pemerintah dalam memajukan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, usaha-usaha tersebut hendaknya senantiasa berpijak pada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, norma-norma budaya bangsa yang utama, dan nilai-nilai ajaran agama.

Baca Juga: MUI Jabar: Masyarakat Jabar Akan Menanggung Beban Perpres Miras

Selain meningkatkan kesejahteraan material, pemerintah juga berkewajiban membina mental, spiritual, dan akhlak bangsa yang sejalan dengan spirit Indonesia Raya serta memelihara budaya bangsa yang berkeadaban sesuai nilai Bhinneka Tunggal Ika.

Pemerintah sebaiknya memprioritaskan peningkatan kesejahteraan ekonomi yang berbasis kekayaan sumber daya alam dan hajat hidup masyarakat seperti pertanian, kelautan, dan usaha kecil-menengah.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x