Kompas TV bisnis kebijakan

IMB Diganti PBG, Pengamat: Perizinan itu Sumber Korupsi, Kuncinya Pengawasan

Kompas.tv - 25 Februari 2021, 17:04 WIB
imb-diganti-pbg-pengamat-perizinan-itu-sumber-korupsi-kuncinya-pengawasan
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio (Sumber: Tribunnews.com)
Penulis : Dina Karina

JAKARTA, KOMPAS.TV- Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan menggantinya dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Aturan itu sebagai turunan UU Cipta Kerja.

Pemerintah pun berencana menggunakan inspektur bangunan, yang akan berkeliling mengawasi apakah bangunan yang dibuat sudah sesuai standar dan ketentuan.

Baca Juga: Tak Ada Lagi IMB, Ini Prosedur dan Persyaratan Mendapatkan PBG sebagai Penggantinya

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, semangat Presiden Jokowi dalam UU Cipta Kerja salah satunya adalah mempermudah perizinan. Lantaran izin dan data merupakan sumber korupsi di Indonesia. Sehingga jika ada perubahan mekanisme perizinan apapun, penggantinya harus lebih baik.

"Dulu kalau pakai IMB, cukup bayar aja ke kelurahan lalu selesai. Tidak ada yang mengawasi bener atau enggak pembangunannya. Nah kalau pakai PBG ujung tombaknya adalah si inspektur bangunan keliling itu," kata Agus saat dihubungi Kompas.TV, Kamis (25/02/2021).

Baca Juga: Presiden Jokowi Hapus IMB, Ganti dengan PBG, Apa Itu PBG?

Menurut Agus, jika inspektur bangunan keliling merupakan pegawai honorer, harus diberikan gaji besar dan dipilih orang yang berintegritas. Lalu lengkapi juga dengan peralatan yang bisa menyetor data digital, sehingga bisa dipantau oleh semua pihak.

"Harus jelas upahnya berapa per rumah. Jangan kayak petugas PLN upahnya kecil. Kalau upahnya kecil, nggak ada yang mengawasi, ya pasti korupsi dia," terang Agus.

Sementara, terkait protes daerah atas penghapusan IMB, Agus menilainya sebagai hal yang wajar. Agus mengatakan, daerah seperti Bekasi dan Tangerang Selatan selama ini memang mengandalkan IMB dan pajak kendaraan (STNK, SIM, Plat Nomer Kendaraan) untuk membiayai belanja mereka.

"Kalau nanti pemasukan yang biasa ke daerah terus ditarik ke pusat, wajar saja jika mereka teriak. Tapi kan nanti dibalikin lagi ke daerah, lewat (dana) perimbangan daerah, seperti DAK (dana alokasi khusus) dan lain-lain," tandanya.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x