Kompas TV nasional hukum

Kebijakan Penegakan Hukum yang Ideal di Masa Pandemi Covid-19 Ala Wamenkumham Eddy Hiariej

Kompas.tv - 16 Februari 2021, 17:32 WIB
kebijakan-penegakan-hukum-yang-ideal-di-masa-pandemi-covid-19-ala-wamenkumham-eddy-hiariej
Wamenkumham, Eddy Hiariej (Sumber: KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN)
Penulis : Switzy Sabandar

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif atau Eddy Hiariej mengatakan kebijakan penegakan hukum di masa darurat kesehatan seperti dalam masa pandemi Covid-19 harus berpegang pada teori peringkat pelanggaran paling ringan.

Menurut Eddy Hiariej, penerapan kebijakan hukum di masa pandemi Covid-19 sebaiknya dicari peringkat pelanggaran yang dianggap paling sedikit mendatangkan mudarat. Misal, merumahkan narapidana pada masa asimilasi dan pembebasan bersyarat dipercepat supaya populasi di lapas tidak berlebihan.

“Hampir dua kali lipat napi masih berada di luar (kamar) lapas dan 32.000 masih ada di tahanan kepolisian, kejaksaan dan KPK,” ujar Eddy Hiariej, dalam seminar nasional bertajuk Telaah Kritis Arah Pembentukan dan Penegakan Hukum di Masa Pandemi yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UGM, Selasa (16/2/2021).

Baca Juga: Harapan UGM kepada Eddy Hiariej Pasca Pelantikan Wamen

Meskipun demikian, ia tidak menampik, merumahkan narapidana pada masa asimilasi tidak lepas dari risiko. Sebab, terjadi pengulangan kejahatan oleh mantan napi yang ternyata belum menyelesaikan proses asimilasi. Selain itu, ada kebijakan mempercepat masa persidangan terdakwa sampai hampir habis masa penahanan.

Ia memprediksi sampai Juni 2021 penegakan hukum pada kasus yang ditangani dan berjalan tidak akan berbeda dengan 2020, yakni melakukan secara virtual dalam penyidikan dan persidangan.

Eddy Hiariej juga menjelaskan kejahatan yang dilakukan pada saat pandemi Covid-19, seperti koruptor, dianggap hal yang sangat merugikan.

Baca Juga: Perjalanan Wamen Hukum dan HAM Eddy Hiariej, dari Kopi Sianida sampai Istana

“Pelaku kejahatan di masa pandemi seharusnya dihukum seberat-beratnya,” ucapnya.

Eddy Hiariej menuturkan dua mantan menteri yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada akhir 2020 layak dituntut dengan pasal pemberatan pada pidana mati. Alasannya, mereka melakukan kejahatan dalam keadaan darurat dan melakukannya saat memegang jabatan.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x