Kompas TV nasional peristiwa

Politikus PKS: Kenaikan Harga Kedelai Kado Pahit Awal Tahun

Kompas.tv - 5 Januari 2021, 08:59 WIB
politikus-pks-kenaikan-harga-kedelai-kado-pahit-awal-tahun
Karyawan sedang bekerja di pabrik tahu dan tempe (sumber: Tribunnews)
Penulis : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV-Kenaikan harga kedelai di awal tahun 2021 membuat produsen tahu dan tempe berhenti berproduksi. Hal ini menimbulkan dampak berganda buat masyarakat. 

Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nevi Zuairina,  kenaikan harga kedelai tersebut menjadi kado pahit bagi industri tahu dan tempe di awal tahun 2021.


“Kedelai sebagai bahan baku utama bagi industri tahu dan tempe tentu akan sangat mempengaruhi harga produk tahu dan tempe di masyarakat. Jika harga kedelai naik, maka harga tahu dan tempe di masyarakat juga akan ikut naik," kata Nevi melalui keterangannya, Selasa (5/1/2021).

Baca Juga: Kedelai Impor Naik, Perajin Tempe Mogok Produksi

Dampak dari kenaikan harga ini akan langsung terasa di masyarakat. "Dengan begitu kenaikan harga kedelai akan menimbulkan efek berganda, mengingat para pelaku UMKM juga menggunakan tahu dan tempe sebagai bahan baku produk makanan yang mereka jual," imbuhnya.

Nevi menjelaskan, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), impor kedelai sepanjang semester-I 2020 mencapai 1,27 juta ton atau senilai US$510,2 juta atau sekitar Rp7,52 triliun (dengan menggunakan kurs Rp 14.700).

Padahal, sesuai dengan amanat UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan khususnya pada pasal 54 ayat (3), Pemerintah dapat membatasi impor barang dengan alasan untuk membangun, mempercepat, dan melindungi industri tertentu di dalam negeri, atau untuk menjaga neraca pembayaran dan/atau neraca perdagangan.

Baca Juga: Perajin Tempe dan Tahu Terancam Bangkrut Akibat Harga Kedelai Naik


"Tentunya hal tersebut harus diimbangi dengan peran Pemerintah untuk dapat meningkatkan produksi kedelai dari dalam negeri, sehingga kebutuhan kedelai untuk industri dapat dipenuhi tanpa harus impor," kata anggota komisi VI DPR ini.

Nevi mengingatkan pada tahun 1992 Indonesia pernah melakukan swasembada kedelai.Pada saat itu produksi dari petani kedelai Indonesia mencapai 1,8 juta ton per tahun.

Jadi, peluang untuk swasembada masih terbuka. "Ada peluang bagi pemerintah untuk mengoptimalkan kedelai dalam negeri, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani kedelai,” ujarnya.

Atas dasar itu, Nevi menyarankan agar pemerintah harus dapat memperbaiki tata niaga kedelai dalam negeri.

Selain itu dibutuhkan kolaborasi aktif antara Kementerian dan Lembaga terkait serta melibatkan pelaku industri dan UMKM agar dapat menciptakan stabilitas harga kedelai.

“Melonjaknya harga kedelai juga dapat meresahkan pedagang kecil. Karena nanti penjual gorengan tidak dapat menjual tahu dan tempe goreng, sehingga pendapatan mereka pun bisa berkurang.” pungkasnya.
 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x