Kompas TV kolom budiman tanuredjo

Janji Jokowi Tentang Pelanggaran HAM 1998 - Opini Budiman Eps. 29

Kompas.tv - 14 November 2020, 09:02 WIB
Penulis : Theo Reza

JAKARTA, KOMPAS.TV - Tragedi Semanggi 13 November 1998, 22 tahun lalu hal ini tetap menjadi bagian sejarah hitam Indonesia.

Harian kompas terbitan 14 november 1998 menulis dengan judul besar tragedi di akhir sidang istimewa MPR.

Lima mahasiswa tewas ditembak aparat di kawasan semanggi, 252 orang luka-luka.

Para demonstran menolak sidang istimewa MPR 1998 yang dianggap sebagai perpanjangan tangan rezim orde baru.

Tembakan beruntun aparat terjadi di kawasan Semanggi, khususnya di Kampus Universitas Atma Jaya. Ratusan ribu pengunjuk rasa menolak pelaksanaan sidang istimewa MPR yang menuntut pengadilan atas Presiden Soeharto tentang penghapusan Dwi Fungsi ABRI.

Di balik gelombang demonstrasi, sidang istimewa MPR 1998 tetap berlangsung. 12 ketetapan MPR dihasilkan antara lain ketetapan MPR soal penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas kkn.

Di dalam Tap MPR itu perintah untuk mengadili Presiden Soeharto, keluarga dan kroninya diterakan.

Sidang istimewa MPR juga melahirkan keputusan untuk membatasi masa jabatan presiden maksimal dua kali masa jabatan.

Sidang Istimewa MPR 1998 adalah solusi konstitusional meskipun legitimasinya diragukan pada waktu itu.

Anggota MPR 1998 masih berasal dari MPR orde baru, sehingga dianggap tidak legitimate. Namun, sejarah mengatakan Sidang Istimewa MPR menjadi titik awal reformasi kelembagaan.

Bebarengan dengan pelaksanaan sidang istimewa MPR, Empat tokoh reformasi 10 november 1998 bertemu di Ciganjur.

Ciganjur adalah kediaman Abdurrahmah Wahid. Mereka yang bertemu adalah Amien Rais, Ketua MPR Megawati Soekarnoputri, Abdurrahman wahid dan Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkuwono X.

Hasil kesepakatan tokoh Ciganjur adalah:

1.    Mengupayakan terciptanya kesatuan dan persatuan nasional.

2.    Menegakkan kembali kedaulatan rakyat.

3.    Melaksanakan desentralisasi pemerintahan sesuai dengan otonomi daerah.

4.    Melaksanakan reformasi sesuai dengan dengan kepentingan generasi bangsa.

5.    Melaksanakan pemilu yang luber dan jurdil guna mengakhiri masa pemerintahan transisi.

6.    Menghapus Dwifungsi ABRI secara bertahap.

7.    Mengusut pelaku kkn dengan diawali pengusutan kasus kkn yang dilakukan oleh soeharto dan kroninya.

8.    Mendesak seluruh anggota Pam Swakarsa untuk membubarkan diri.

Seperti dikutip harian kompas 17 november 1998, Presiden BJ Habibie saat itu berjanji akan menjatuhkan sanksi tegas pada aparat keamanan yang secara hukum terbukti bersalah dalam insiden 13 november 1998.

“Kami berjanji akan melakukan pengusutan yang adil dan transparan dan tuntasdengan meneggakkan prinsip kepastian dan kesamaan hukum,”ujar BJ Habibie

Sedang pada 22 november 1998, Panglima Abri Jenderal Wiranto mengakui ada sejumlah prajurit yang bersikap terlalu defensif dan menyimpang dari prosedur. Mereka menembaki dan memukuli mahasiswa ketika pecahnya tragedi semanggi. Wiranto juga menyebut, ada sekelompok radikal tertentu yang sebagai penyebab bentrokan antara mahasiswa dan aparat.

20 Tahun Berlalu, salah satu pekerjaan rumah yang belum terlesaikan adalah penyelesaian penembakan mahasiswa di november 1998.

Para aktor politik berhasil menempati jabatan politik namun para demonstran tetaplah jadi korban.

Kesimpulan Komnas HAM bahwa terjadi dugaan pelanggaran HAM dalam kasus itu hanya mondar-mandir antara Kejaksaan dan komnas HAM.

Presiden Jokowi dalam Nawacita pertama sudah berkomitmen menyelesaikan kasus tragedi Semanggi. Namun, hingga periode pertama selesai, janji menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu secara berkeadilan. Tetaplah masih menjadi dokumen di Nawacita. Gerakan keluarga korban berpayung hitam di depan istana menuntut menyelesaikan kasus ham masa lalu belum juga mampu menyelesaikan kasus HAM.

Kabut gelap menggelayuti perlindungan ham di Indonesia. Kekerasan politik masih saja terus terjadi dalam sebuah aksi unjuk rasa di era reformasi. Namun, impunitas pun masih terus terjadi.

Dengan kekuatan politik mayoritas di parlemen, ada ruang bagi presiden Jokowi untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Sebagai jawaban atas janji kampanye dan mengemban amanat konstitusi.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x