Kompas TV internasional kompas dunia

Perempuan Dalam Pusaran Politik Selandia Baru

Kompas.tv - 5 Oktober 2020, 09:00 WIB
perempuan-dalam-pusaran-politik-selandia-baru
Perdana Menteri Selandia Baru, sekaligus pemimpin Partai Buruh Jacinda Ardern (kiri) dan Pemimpin Partai Nasional Judith Collins dalam debat jelang pemilu di Auckland, 22 September 2020. (Sumber: Reuters)
Penulis : Tussie Ayu

WELLINGTON, KOMPAS.TV – Ketika pandemi Covid-19 menghantam, mata dunia terpaku pada sebuah negara kepulauan di Pasifik, yaitu Selandia Baru. Hingga saat ini, Selandia Baru seringkali disebut sebagai salah satu negara yang paling berhasil dalam meredam penyebaran virus corona. Keberhasilan ini tentu tak terlepas dari kepemimpinan sang Perdana Menteri, Jacinda Ardern.

Jacinda Ardern, memang bukan Perdana Menteri biasa. Dia muda, dan dia perempuan. Dia bisa tegas, dia bisa lembut. Dia bisa mendengar dan dia bisa mengobservasi permasalahan. Dia memetakan dan memimpin jalan rakyat Selandia Baru untuk keluar dari jerat pandemi Covid-19.

Perempuan memang memegang peran sentral dalam politik di Selandia Baru. Jabatan-jabatan strategis di negeri ini dipegang oleh perempuan, seperti Perdana Menteri dan Gubernur Jenderal.

Mereka bukan hanya pemanis, bukan hanya sekedar pemenuh kuota dalam parlemen. Lebih dari itu, perempuan di Selandia Baru tampil sebagai pengambil keputusan penting, yaitu sebagai pucuk pimpinan di pemerintahan dan partai politik.

Pada 17 Oktober mendatang, negara kiwi ini akan menggelar perhelatan akbar, yakni pemilihan umum. Sesuatu yang unik dalam gelaran pemilu kali ini adalah, Jacinda Ardern sebagai pemimpin Partai Buruh akan ditantang oleh pemimpin Partai Nasional yang juga seorang perempuan, dia bernama Judith Collins.

Dengan kata lain, Perdana Menteri Selandia Baru yang selanjutnya dipastikan adalah seorang perempuan lagi. Bisa jadi Jacinda kembali terpilih, atau digantikan oleh Judith Collins.

Bagaimana mungkin perempuan bisa memegang begitu banyak posisi sentral dalam pemerintahan dan partai politik di Selandia Baru? Untuk mencapainya, ternyata memang tidak dibangun dalam semalam. Sejarah keterlibatan perempuan dalam politik di Selandia Baru memiliki sejarah yang panjang.

Selandia Baru tercatat sebagai negara pertama di dunia, yang memberikan hak pilih kepada perempuan. Pada 19 September 1893, Undang-undang untuk memberikan hak pilih kepada perempuan disahkan.

Peristiwa ini merupakan tonggak sejarah besar dalam peta politik di dunia, dimana negara maju sekalipun seperti Inggris dan Amerika Serikat, baru memberikan hak pilih kepada perempuan setelah perang dunia pertama.

Setelah itu, berturut-turut perempuan Selandia Baru maju dalam perpolitikan di negerinya. Pada 29 November 1893, Elizabeth Yates terpilih sebagai Walikota Auckland. Pada 13 September 1933, Elizabeth McCombs dari Partai Buruh adalah perempuan pertama yang terpilih sebagai anggota parlemen di Selandia Baru. Kemudian pada 29 Mei 1947, Mabel Howard dipilih sebagai perempuan pertama yang menjabat sebagai menteri. Dia merupakan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Anak.

Hingga pada pemilu 2017 lalu, 38% anggota parlemen di Selandia Baru merupakan perempuan. Ini merupakan kenaikan yang pesat jika dibandingkan hanya 9% jumlah perempuan di parlemen pada tahun 1981.

Anggota Parlemen Selandia Baru Marja Lubeck (kanan) dan Ketua Dharma Wanita Persatuan KBRI Wellington Dewi Yahya dalam diskusi Women’s Role in Democracy, Rabu (30/9/2020) di KBRI Wellington. Acara dihadiri oleh masyarakat Indonesia dan masyarakat Selandia Baru serta perwakilan dari kedutaan negara-negara ASEAN. (Sumber: KBRI Wellington)

“Banyaknya perempuan yang duduk menjadi anggota parlemen di Selandia Baru, tidak terlepas dari suasana kerja parlemen yang ramah pada keluarga,” kata anggota parlemen perempuan Selandia Baru dari Partai Buruh, Marja Lubeck, Rabu (30/9/2020) di KBRI Wellington.

Marja mengatakan hal ini dalam sebuah diskusi bertajuk “Peran Perempuan dalam Demokrasi”, yang diadakan oleh Kedutaan Besar RI di Wellington dan Dharma Wanita Persatuan KBRI Wellington.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x